(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 21)
Saat panggilan perang tabuk bergema, kaum muslimin terbagi menjadi empat :
1. Kelompok yang meminta izin
Mereka adalah orang-orang munafiq. Kepada mereka Alloh berfirman :
إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya [attaubah : 45]
Ada di antara mereka yang mengelabuhi nabi shollallohu alaihi wasallam dengan alasan yang seolah masuk akal. Ibnu Katsir menyebut contoh pada Jad bin Qois yang berkata kepada nabi shollallohu nalaihi wasallam : Ya rosululloh, ijinkan aku untuk tidak ikut berperang dan jangan perosokkan diriku ke dalam fitnah (dosa). Demi Alloh, kaumku tahu bahwa aku adalah orang yang paling mudah terpesona terhadap wanita. Aku khawatir bila melihat wanita bani ashfar, aku tidak bisa menahan diriku. Kebohongan Jad bin Qois disingkap oleh Alloh dengan ayat :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
Di antara mereka ada orang yang berkata : Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah. ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir [attaubah : 49]
2. Kelompok yang tidak meminta izin
Mereka adalah para sahabat yang memang memiliki prinsip sami’na wa atho’na terhadap semua yang satang dari Alloh dan rosulNya. Kepada mereka, Alloh berfirman :
لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa [attaubah : 44]
3. Kelompok yang mendapat rukhshoh untuk tidak ikut berperang
Mereka adalah orang-orang lemah, sakit dan orang miskin yang tidak memiliki kuda. Ini disebabkan jarak Tabuk yang sangat jauh dimana perjalanan kuda memakan waktu 20 hari. Itu tidak mungkin dilakukan dengan berjalan kaki. Alloh mengizinkan mereka untuk berada di rumah :
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [attaubah : 91]
Kendati mendapat izin untuk tidak ikut berperang, ternyata ada sebagian orang miskin yang tetap berkeinginan untuk ikut berangkat. Mereka datang menghadap nabi shollallohu alaihi wasallam dengan harapan masih ada kuda sisa yang bisa dipinjamkan. Kenyataan mengatakan bahwa tidak ada kuda sisa yang bisa membawa mereka. Akhirnya mereka pulang dengan bercucuran air mata. Keikhlasan mereka diabadikan oleh Alloh
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata : Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan [attaubah : 92]
4. Kelompok yang tidak berangkat berperang tanpa udzur syar’i dengan tidak mengajukan alasan
Mereka Ka’ab bin Malik, Muroroh bin Robi’ dan Hilal bin Umayah. Kesemuanya adalah sahabat. Mereka tidak mau mengajukan alasan selain kejujuran dan siap untuk mendapat hukuman sebagai penebus dosa yang mereka perbuat. Akhirnya nabi shollallohu alaihi wasallam memberi hukuman berupa hajr (boikot) hingga batas waktu yang tidak diketahui sampai Alloh turunkan ampunan.
Dengan vonis ini menyebabkan seluruh umat islam dilarang berbicara dengan mereka termasuk istri dan kerabatnya. Saat menjalani hukuman, muncul godaan. Ka’ab bin Malik mendapat surat dari raja Ghossan yang kafir. Surat itu berisi “ Amma ba’du, telah sampai berita kepada kami bahwa sahabatmu telah menjauhimu. Alloh tidak menjadikanmu nyaman tinggal dalam keadaan hak-hakmu tidak kamu dapatkan. Oleh karena itu, marilah bergabung bersama kami, kami akan memberimu kemudahan “
Surat itu segera dibakarnya. Ka’ab bin Malik menilainya sebagai ujian kedua. Baginya berwala kepada Alloh dan rosulNya lebih diutamakan meski saat ini mendapatkan hukuman dariNya yang membuatnya sementara menderita.
Ketiga terhukum merasa ikhlas dengan apa yang dialami dengan tanpa mengurangi loyalitasnya kepada islam. Ketika Alloh melihat kejujuran mereka, Alloh turunkan pengampunan pada hari kelima puluh dengan turunnya ayat :
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang [attaubah : 118]
Mereka menyadari akan kesalahannya tidak turut berjihad. Kesungguhannya dalam bertaubat dikomentari oleh Syaikh Mushthofa Albugho : Sikap terus terang dan kejujuran para sahabat di hadapan nabi shollallohu alaihi wasallam serta berani berkata alhaq meski mengakibatkan kepahitan pada diri mereka.
Maroji’ :
Tafsir Ibnu Katsir (maktabah syamilah) hal 195
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/44
Mereka adalah Muroroh, Hilal bin Umayyah