Siapa ? Saya !

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 49)
Bila pintu rumah anda diketuk, lalu anda bertanya : Siapa ? Orang yang di luar menjawab : Kasih tahu nggak, ya ??? atau : Masak sih, tidak tahu ? atau : Tebak, siapa saya ? dan jawaban-jawaban lebay lainnya, tentu anda akan merasa jengkel.
Seremeh ini islam mengatur. Seorang yang ditanya “ siapa ? “ dimakruhkan menjawab “ saya “ Islam menuntut kita untuk menjawab dengan menyebutkan nama jelas. Jangan membuat teka-teki yang menjengkelkan si tuan rumah.
Ketika jibril  menemani nabi shollallohu alaihi wasallam dalam perjalanan isro’ mi’roj hendak masuk ke salah satu langit, malaikat penjaga bertanya : Siapa ? Jibril dengan jelas menjawab : Jibril. Lalu ketika ditanya, bersama siapa anda, Jibril menjawab : Muhammad.
Demikianlah Abu Dzar, Ummu Hani, Zainab istri ibnu Mas’ud dan lainnya di saat mengetuk pintu dan ditanya oleh nabi shollallohu alaihi wasallam “ siapa ? “ Semuanya menjawab dengan menyebutkan nama jelas mereka.
Jabir pernah membuat rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak berkenan dengan jawaban “ saya “ sebagaimana yang ia ungkapkan :
عن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ قال  أتيت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم فدققت الباب فقال من هذا  فقلت  أنا فقال أنا أنا كأنه كرهها
Dari Jabir rodliyallohu anhu, berkata : Aku mendatangi rumah nabi shollallohu alaihi wasallam. Aku ketuk pintu. Beliau bertanya : Siapa ? Aku menjawab : saya ! Beliau bersabda : Saya ?! Saya ?! Seolah beliau tidak menyukai jawabanku  [muttafaq alaih]
Jawaban “ Saya “ dikomentari Ibnu Hajar :
قَوْلُهُ أنَا لاَ يَتَضَمَّنُ الْجَوَابُ وَلاَ يُفِيْدُ الْعِلْمُ بِمَا اسْتَعْلَمَهُ
Ucapan “ saya “ tidak mengandung jawaban dan tidak memberi faedah ilmu bagi pertanyaan
Adapun Imam Nawawi mengatakan :
كَرِهَ أنْ يَقُوْلَ أنَا لِهَذَا الْحَدِيْثِ وَلأنَّهُ لَمْ يَحْصُلْ بِقَوْلِهِ أنَا فَائِدَةٌ وَلاَ زِيَادَةٌ بَلِ الإبْهَامُ بَاقٍ
Dimakruhkan menjawab saya berdasar hadits ini. Karena Jawaban “ Saya “ tidak mendatangkan faedah dan tambahan ilmu  bahkan ketidakjelasan masih ada

Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 11/41
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 14/14