Usamah Dan Kesalahannya Dalam Perang




 (Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 41)

Jihad fisabilillah adalah salah satu bentuk pengamalan alwala’ walbaro’. Syariat menuntut kita untuk membunuh siapa saja orang kafir harbi yang kita temui, akan tetapi di sisi lain sikap hati-hati untuk tidak gegabah melakukan pembunuhan juga harus diperhatikan.
Orang kafir yang ketika tiba-tiba secara dzohir kita dapati mengucapkan laa ilaaha illalloh, menurut islam tidak boleh dibunuh. Inilah jawaban nabi shollallohu alaihi wasallam ketika Abu Ma’bad Miqdad bis Aswa bertanya : Ya rosulallohu, apa pendapat anda bila kami bertempur melawan orang kafir lalu ia berhasil menebas tangan saya hingga putus, tiba-tiba saat dia terpojok di pohon, ia mengucapkan aslamtu (aku masuk islam), bolehkah aku membunuhnya ? Beliau menjawab :
لاَ تَقْتُلْهُ
Jangan bunuh dia !
Miqdad kembali bertanya : Bukankah dia telah menebas tangan saya ? Beliau tetap menjawab :
لاَ تَقْتُلْهُ
Jangan bunuh dia !
Ternyata pertanyaan Miqdad, akhirnya menimpa Usamah bin Zaid. Ketika musuh berhasil membunuh sebagian sahabat, tiba-tiba dalam kondisi terpojok mengucapkan laa ilaaha illalloh. Ucapan ini tidak digubris oleh Usamah. Ia menilai ucapannya hanya dijadikan sarana untuk menyelamatkan diri. Ia tikam si kafir dengan tombak.
Berita ini sampai ke telinga rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang membuat beliau murka. Ketika Usamah mengajukan argumentasi bahwa ucapan musuh hanya sekedar untuk mencari selamat, beliau bersabda :
أفلا شققت عن قلبه حتى تعلم أقالها أم لا ?
Apakah engkau telah membedah jantungnya, lalu engkau mengetahui isi hatinya ?!
Ketika Usamah memohon kepada beliau untuk diampuni, dengan berulang nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :
فكيف تصنع بلا إله إلا اللَّه إذا جاءت يوم القيامة    ?
Apa yang akan engkau lakukan pada hari kiamat dengan ucapan laa ilaaha illalloh ?!
Syaikh Mushthofa Bugho berkata : wajib menghukumi keislaman seseorang berdasarkan dzohirnya dan tidak diperbolehkan meneliti hingga batinnya. Aturan ini merupakan saddudz dzariah (tindakan preventif) untuk menghalangi orang yang ingin melampiaskan dendam dan melakukan pembunuhan pada orang lain hanya karena tuduhan tidak jujur batinnya.
Menurut beliau, Usama tidak diqishosh karena pembunuhan yang ia lakukan karena berdasar ta’wil akan tetapi dikenakan kewajiban membayar diyat untuk ahli warisnya.
Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Bugho 1/304