(Yang Diperbolehkan dilakukan Dalam
Sholat 2)
Hal ini berdasar pada riwayat
yang dituturkan oleh Aisyah :
عنْ عائشة رضى الله عنه : كان رسوْل الله صلّى الله
عليه وسلّم يُصَلِّى فِي الْبَيْتِ والْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ فَجِئْتُ
فَاسْتَفْتَحْتُ فَمَشَى فَفَتَحَ لِي ثُمَّ رَجَعَ إلَى مُصَلاَّهُ ووصفتْ أنَّ
الْبَابَ فِى الْقِبْلَةِ
Dari Aisyah rodliyallohu anha
: Adalah rosululloh shollallohu alaihi wasallam pernah sholat di rumah, sementara pintu dalam keadaan
tertutup. Akupun datang lalu minta dibukakan. Maka beliau berjalan untuk
membukakan pintu. Selanjutnya beliau kembali ke tempat sholatnya. Disebutkan
bahwa pintu ada di arah kiblat [HR
Tirmidzi, Abu Daud dan Nasa’i]
Imam Tirmidzi mencantumkan hadits
ini pada bab dzikru maa yajuuzu minal masy-yi wal ‘amali fii sholaatit
tathowwu’ (bab bolehnya berjalan dan melakukan perbuatan dalam sholat sunnah).
Ini menunjukkan bahwa melangkahkan kaki untuk satu keperluan hanya boleh
dilakukan di dalam sholat sunnah.
Dari hadits di atas juga bisa
disimpulkan bahwa ketika pintu berada di arah kiblat, menunjukkan bahwa beliau
tidak merubah arah sholatnya. Artinya beliau maju untuk membukakan pintu dan
mundur ke belakang untuk kembali ke tempat sholatnya.
Kemudian yang perlu kita ketahui
adalah, kenapa pintu ditutup saat pelaksanaan sholat ? Penulis ‘aunul ma’bud
menerangkan bahwa tujuannya adalah dua manfaat : menjadikan pintu sebagai
sutroh dan menyembunyikan sholat dari penglihatan manusia. Bukankah ibadah yang
disembunyikan itu lebih afdhol untuk menjaga keikhlasan ?
Maroji’ :
Aunul Ma’bud, Al’allamah Abu
Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al’adzim Abadi 2/291 maktabah darul hadits