(Fiqih Bertamu)
a. Mahabbah
(kecintaan karena Alloh)
Seorang bertamu terkadang menjadikan ekonomi sebagai standar.
Dia hanya bertamu hanya kepada orang dari kalangan menengah ke atas. Menengah
ke bawah jangan berharap didatanginya. Islam datang untuk menghapus sikap ini
sehingga Alloh memuji kepada seseorang yang bertamu atas dasar cinta karena
Alloh :
عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أن رجلاً زار أخاً له في قرية أخرى فأرصد اللَّه تعالى على مدرجته ملكاً. فلما أتى عليه قال أين تريد؟ قال: أريد أخاً لي في هذه القرية. قال هل لك عليه من نعمة تربها عليه؟ قال لا، غير أني أحببته في اللَّه تعالى. قال فإني رَسُول اللَّهِ إليك بأن اللَّه قد أحبك كما أحببته فيه
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu dari nabi shollallohu
alaihi wasallam : Bahwa seseorang mengunjungi saudaranya di negeri lain. Lalu
Alloh mengutus malaikat untuk mencegatnya. Ketika bertemu, malaikat bertanya :
Hendak ke mana engkau pergi ? Orang itu berkata : Hendak mengunjungi saudaraku
di negeri ini. Malaikat bertanya lagi : Apakah motifasimu pergi karena nikmat
yang engkau cari ? Ia menjawab : Tidak, hanyasanya aku mencintainya karena
Alloh. Malaikat berkata : Sesungguhnya aku adalah utusan Alloh untuk menemuimu
agar aku menyampaikan bahwa Alloh mencintaimu sebagaimana engkau mencinta
saudaramu karenaNya [HR Muslim]
b. Berdiri di
samping pintu
Salah satu etika yang harus diperhatikan para tamu adalah
berdiri di samping pintu saat mengucapkan salam. Itu bertujuan agar ketika
pintu di buka, ia tidak langsung melihat ke bagian dalam rumah karena
bagaimanapun ruangan dalam rumah adalah aurot. Boleh jadi ada wanita di
dalamnya yang belum menutup aurot dengan sempurna atau rumah dalam keadaan
berantakan dan sebagainya. Oleh karena itu nabi shollallohu alaihi wasallam
memberi taujih kepada kita :
كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إذَا أتَى
بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبِلِ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ ولكن مِنْ
رُكْنِهِ الأيْمَنِ أوِالأَيْسَرِ
Adalah rosululloh shollallohu alaihi wasallam bila mendatangi
pintu suatu kaum tidak langsung berada di depan pintu, akan tetapi di samping
kanan atau di samping kiri [HR Abu Daud]
c. Mengucapkan
salam tiga kali
Bila ucapan salam sudah kita sampaikan sebanyak tiga kali dan
ternyata tidak ada jawaban maka sebaiknya kita pulang karena rosululloh
shollallohu alaihi wasallam bersabda :
إذَا
اسْتَأْذَنَ أحَدُكُمْ ثَلاَثاً فَلْمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ
Apabila seorang di antara kalian meminta izin (mengucapkan salam)
sebanyak tiga kali lalu tidak mendapat jawaban maka pulanglah [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Abu Daud]
d. Boleh mengetuk
pintu
Imam Alqurthubi berkata tentang mengetuk pintu :
وَصِفَةُ
الدَّقِّ أنْ يَكُوْنَ خَفِيْفاً بِحَيْثُ يُسْمَعُ وَلاَ يُعَنَّفُ
Sifat dari ketukan pintu adalah pelan dan tidak kasar
sepanjang bisa didengar tuan rumah. Beliau juga berkata :
كَانَتْ
أبْوَابُ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم تُقْرَعُ بِالأَظَافِرِ
Adalah pintu-pintu rumah nabi
shollallohu alaihi wasallam bisa diketuk dengan kuku [HR Bukhori dalam al adab
almufrod]
e. Menyebutkan nama
dengan jelas
Hal ini disampaikan bila tuan rumah bertanya kepada tamu “
Siapa ? “. Maka tidak boleh menjawab “ Saya “, melainkan menyebutkan namanya
karena rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak menyukai hal tersebut.
عن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ قال أتيت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم فدققت الباب فقال من هذا فقلت أنا.فقال أنا أنا كأنه كرهها. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
.
Dari Jabir bin Abdulloh berkata : Aku bertamu ke rumah nabi
shollallohu alaihi wasallam. Aku ketuk pintunya. Beliau bertanya : Siapa ini ?
Aku menjawab : Saya. Beliau bersabda : Saya ?! Saya ?! seolah-olah beliau tidak
menyukai jawaban itu [muttafaq alaih]
f.
Bila tuan rumah tidak berkenan didatangi maka
sebaiknya pulang
Boleh jadi tuan rumah sedang persiapan berangkat kerja atau
kita datang pada waktu istirahat atau alasan lainnya. Maka wajar bila dirinya
menolak kedatangan kita. Alloh memberi nasehat :
وَإنْ
قِيْلَ لَكُمُ ارْجِعُوْا فَارْجِعُوْا هُوَ أزْكَى لَكُمْ
Bila dikatakan kepadamu “ Pulanglah “ maka pulanglah karena
itu lebih bersih bagimu
g. Duduk di tempat
yang sudah ditunjuk oleh tuan rumah
Bila sudah masuk rumah maka sebaiknya tamu tidak segera duduk
melainkan menunggu sampai tuan rumah mempersilahkannya dengan memperhatikan ke
arah mana tangan tuan rumah menunjuk. Maka di kursi itulah kita duduk. Hal ini
selaras dengan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
ولاَ
يَقْعُدْ فِيْ بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إلاَّ بِإِذْنِهِ
Janganlah duduk di tempat kemuliaan
tuan rumah kecuali diizinkan