Siapa Biang Keladi Keraguan ?




(Fiqih Ragu 8)
 
Jawabannya adalah setan. Senjata yang digunakannya adalah tazyin (menimbulkan keraguan sehingga kebatilan akan dinilai sebagai sebuah kebenaran. Setan yang mengungkapkannya di hadapan Alloh :

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis berkata : Wahai Robku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya  [alhijr : 39]

Ibnu Asyur berkata : Attazyin berarti attahsin (menilai baik), maknanya akan aku tanamkan pada mereka sehingga mereka menganggap keburukan dan kejahatan sebagai perbuatan baik. Aku juga tanamkan tazyin itu sehingga mereka menyambut kesenangan dunia yang membuat mereka lupa terhadap perintah wajib.

Bukti lain bahwa setan adalah biang keladi dari keraguan adalah sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  قَالَ  إِذَا نُودِىَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ ، حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ ، حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ ، يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا ، اذْكُرْ كَذَا . لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِى كَمْ صَلَّى
Dari Abu Huroiroh bahwasanya rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Apabila adzan untuk sholat dikumandangkan maka setan akan lari disertai kentut hingga ia mendapat tempat yang tidak mendengar adzan. Bila panggilan sudah selesai, ia akan kembali. Ketika iqomat dikumandangkan, ia akan kembali lari, saat iqomat telah selesai, ia akan kembali. Sampai akhirnya ia akan mengganggu antara manusia dan hatinya seraya berkata “ Ingatlah ini, ingatlah itu “ Padahal sebelumnya ia tidak mengingatnya hingga seorang laki-laki sholat tidak tahu sudah berapa rokaat yang ia tunaikan  [muttafaq alaih]

Maroji’ :
Tafsir Ibnu Asyur (maktabah syamilah) hal 264