Fiqih Yatim (1)
Penulis tafsir Almuyassar menerangkan makna yatim dengan :
مَن
مات آباؤهم وهم دون البلوغ
Siapa yang mati bapak mereka, sementara mereka belum memasuki
masa baligh
Definisi ini selaras dengan sabda nabi shollallohu alaihi
wasallam :
علي بن أبي طالب، رضي الله عنه، قال:
حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يُتْم بعد احتلام ولا صُمَات يوم إلى
الليل
Dari Ali bin Abu Tholib rodliyallohu anhu, berkata : Aku
masih ingat sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : Tidak disebut yatim
bila sudah ihtilam (mimpi basah) dan tidak boleh diam tidak bicara sehari
hingga malam [HR Abu Daud]
Dapat disimpulkan bahwa anak disebut yatim bila memiliki dua kriteria
: Usianya belum memasuki akil baligh dan yang meninggal adalah bapaknya.
Syaikh Azzamkhsyari memberi kriteria tambahan tentang yatim
dengan berkata :
اليتم في الأناسي من قبل الآباء
وفي البهائم من قبل الأمهات
Yatim pada manusia adalah dari sisi meninggalnya bapah dan
yatim pada binatang pada matinya induk
Berdasar ta’rif ini maka yang tidak disebut yatim adalah :
a. Siapa yang
meninggal bapaknya, sementara ia sudah memasuki akil baligh
b. Anak kecil yang
ditinggal mati ibunya
c. Anak kecil
terlahir dari perzinahan sementara laki-laki yang menghamili ibunya tidak
bertanggung jawab
d. Nabi Isa yang
terlahir tanpa bapak
Maroji’ :
Almuyassar (maktabah syamilah) hal 77
Zamakhsyari (maktabah syamilah) hal 77