Keraguan Saat Akal Berbenturan Dengan Dalil




(Fiqih Ragu 27) 

Ahlus sunnah waljamaah memiliki kaedah agung 

الْعَقْلُ الصَّرِيْحُ مُوَافِقٌ لِلنَّقْلِ الصَّحِيْحِ وَلاَ تعَارَضُ قَطْعِيًّا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَ تَوَهُّمِ التَّعَارُضِ يُقَدَّمُ النَّقْلُ عَلَى العَقْلِ                          
Akal yang sehat pasti berkesesuaian dengan dalil yang sohih, tidak mungkin keduanya bertentangan.maka disaat timbul keraguan adanya perselisihan antara keduanya dalil naqli  didahulukan dari dalil aqli.

Kaedah ini memberi faedah bahwa dalil yang shohih selalu selaras dengan akal sehat. Bila saling berlawanan maka ada 3 kemungkinan :

·         Akal kita sedang tidak sehat
·         Akal kita sehat sementara status dalil tidak shohih seperti hadits dloif atau maudlu
·         Akal dalam kondisi sehat akan tetapi belum bisa menyelaraskan dengan dalil yang secara dzohir menurutnya bertentangan dengan logikanya. Dalam kondisi seperti ini maka dalil yang harus dimenangkan.

Kenapa begitu ? Karena Alloh menuntut kita untuk tunduk kepadaNya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui [alhujurot :1]

Ayat ini memberi taujih bahwa Alloh dan rosulNya harus didahulukan. Akal yang serba lemah tidak bisa menganulir firman Alloh dan sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Lalu bagaimana bila ada yang mendahului hukum Alloh dan rosulNya. Syaikh Abu Bakar Aljazairi berkata :

Sesungguhnya mendahulukan sesuatu sebelum syariat Alloh dan rosulNya itu berarti ia merasa lebih pintar dan lebih mengerti daripada Alloh dan rosulNya. Dan ini adalah ketergelinciran yang besar akibatnyapun sangat berbahaya. Oleh karena itu Alloh ingatkan wattaqulloh innallooha samii’un ‘aliim (bertaqwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Betapa indahnya perkataan Ali bin Abi Tholib tentang akal dan wahyu :

قال عَلِىٌّ رضى الله عنه  لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأيِ لَكَانَ أسْفَلُ الخُفِّ أوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أعْلاَهَا وَقَدْ رَأيْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ اخرجه ابوداود                                               
Ali rodliyallohu anhu berkata : seandainya din dasarnya ro’yu semata maka mengusap khuf bagian bawah adalah lebih utama daripada bagian atas akan tetapi aku pernah melihat rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengusap khufnya yang bagian atas  [HR Abu Daud]

Ingat ! Iblis menolak perintah sujud kepada Adam karena pertimbangan logika sebagaimana yahudi menolak kenabian Muhammad shollallohu alaihi wasallam karena pertimbangan akal semata. Merasa lebih mulia menjadi penghalang untuk tunduk kepada Alloh.

Hukum hudud akan tersingkir karena perasaan kemanusiaan, waris dua banding satu antara anak laik-laki dan wanita ditolak karena analisa keadilan, hijroh akan dihindari manakala kecintaan kepada harta dan tanah air yang dimenangkan.

Maroji’ :
Tafsir Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) hal 515