Fiqih Yatim (9)
Anak yatim ingin makan rujak. Ia memiliki beberapa buah, akan
tetapi ia tidak punya bahan-bahan sambal termasuk peralatannya. Datanglah
seseorang dengan membawa kekurangan yang dibutuhkan sehingga rujakpun terhidang
dan disantap oleh keduanya.
Si yatim dan pemeliharanya sedang makan nasi goreng. Hidangan
itu tersaji berkat patungan dari keduanya. Si anak mengeluarkan nasi sementara
si pemelihara menyediakan telur, minyak dan bumbu.
Atau boleh jadi ketika kita membuat makanan untuk si yatim
lalu masih tersisa, bila dibiarkan akan sia-sia dan basi maka dalam kondisi
seperti ini, diperbolehkan bagi kita untuk memakannya
Tiga contoh di atas adalah salah satu cara memakan harta anak
yatim yang dibenarkan oleh syariat. Alloh berfirman :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاحٌ
لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah :
Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan
mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat
kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki,
niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana [albaqoroh : 220]
Imam Baghowi menerangkan bahwa ketika turun ayat tentang
larangan memakan harta anak yatim pada surat al an’am ayat 152 dan annisa’ ayat
10, kaum muslimin sangat ketakutan terhadap harta anak yatium hingga menjauhkan
harta mereka dengan harta anak yatim. Saat mereka membuat makanan untuk anak
yatim, lalu masih ada sisa, mereka tetap menjauhinya dan enggan memakannya hingga
akhirnya basi. Rupanya kondisi itu memberatkan mereka yang akhirnya mereka
bertanya kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam lalu Alloh menurunkan
ayat di atas.
Maroji’ :
Albaghowi (maktabah syamilah) hal 35