Fiqih Yatim (10)
Alloh Ta’ala berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa [al an’am : 152]
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih baik sampai ia dewasa [al isro : 34]
Dua ayat di atas menerangkan
tentang pembolehan mendekati harta anak yatim dengan syarat billati hiya
ahsan (dengan cara yang ahsan, terbaik). Apa maknanya ? Para ahli tafsir
memaknai dengan :
1. Namaa-an
wahifdzon (mengembangkan dan menjaga). Ini pendapat penulis aisaruttafasir
2. Alhifdzu wal
arbah (menjaga dan mendatangkan keuntungan). Ini pendapat Ibnu Abbas
3. Tholbuttojaroh
fiihi warribhu minhu (membisniskan dan mendatangkan keuntungan). Ini pendapat
penulis addar mantsur
4. .Hifdzuhu
watatsmiruhu (menjaganya dan mengembangkannya). Ini pendapat Ibnu Ajibah
Dan masih banyak lagi pendapat yang serupa. Walhasil, menjaga
dan mengembangkan harta anak yatim sehingga mendatangkan keuntungan adalah
bagian dari makna mendekati billati hiya ahsan.
Sawah yang membentang tentu akan sia-sia manakala dibiarkan
tanpa ditanami. Angkot akan lebih bermanfaat bila dijalankan untuk menarik
penumpang. Rumah-rumah yang banyak yang ditinggalkan orang tua si yatim, sangat
baik untuk dikontrakkan. Demikian selanjutnya.
Itu semua tidak akan bisa dilakukan oleh anak kecil. Karena
itulah, orang dewasa yang mengerti dan cakap dalam mengelola harta mereka,
segera mengambil alih semuanya demi mendatangkan maslahat
Maroji’ :
Aisaruttafasir (maktabah syamilah) hal 149
Ibnu Abbas (maktabah syamilah) hal 149
Addar almantsur (maktabah syamilah) hal 149
Ibnu Ajibah (maktabah syamilah) hal 149