in-syaa-Alloh (1)
Ketika terjadi pembunuhan, kaum yahudi menghadap Musa untuk
meminta petunjuk tentang siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Nabi Musapun
memerintahkan mereka agar menyediakan seekor sapi. Sudah menjadi ciri khas kaum
bani isroil bahwa bila ada perintah dari Alloh, mereka tidak segera
melaksanakannya melainkan selalu banyak bertanya yang membuat mereka akhirnya
mendapat kesulitan.
Mereka bertanya tentang umur, warna dan karakter sapi. Setiap
pertanyaan selalu mendapat jawaban dari Musa yang berakibat mereka kebingungan
mencari sapi yang dimaksud. Hingga ketika memasuki pertanyaan ketiga, mereka
mengucapkan istitsna (in sya Alloh) :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا
هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ
لَمُهْتَدُونَ
Mereka berkata : Mohonkanlah kepada Robmu untuk Kami agar Dia
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya
sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami in sya Allah akan
mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu) [albaqoroh : 70]
Tentang ucapan in sya Alloh, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi
بيان
فائدة الاستثناء بقوله إن شاء الله ، إذ لو لم يقل اليهود ان شاء الله لمهتدون ما
كانوا ليهتدوا إلى معرفة البقرة المطلوبة .
Ayat ini menjelaskan manfaat istitsna
(ucapan in sya Alloh). Bila orang yahudi tidak mengucapkan in sya Alloh kami
mendapat petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk
mendapatkan sapi yang dicari
Walhasil, demikianlah agungnya istitsna. Betapa banyak orang
menemui kegagalan dalam usahanya karena melalaikan kalimat ini
Maroji’ :
Tafsir Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi