Thoyyib Dan Khobits (36)
Bekam adalah sunnah rosululloh
shollallohu alaihi wasallam. Ia adalah salah satu wasilah dalam menjaga
kesehatan. Fakta telah membuktikan akan kebenaran syariat ini. Yang menjadi
bahan perbedaan di kalangan para ulama adalah imbalan dari profesi bekam
sebagaimana yang marak di klinik-klinik bekam. Sebelum membahas permasalahan
ini, ada baiknya bila kita tahu terlebih dahulu hadits-hadits yang berkenaan
dengannya :
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : حجم
أبو طيبة النبي صلى الله عليه و سلم فأمر له بصاع أو صاعين من طعام وكلم مواليه
فخفف عن غلته أو ضريبته
Dari Anas bin Malik rodliyallohu
anhu, berkata : Abu Thoibah (seorang budak) membekam nabi shollalllohu alaihi
wasallam lalu beliau perintahkan untuk memberinya satu atau dua sho’ dari
makanan. Selanjutnya beliau berbicara kepada tuannya untuk meringankan
setorannya [HR Bukhori]
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال :
احتجم النبي صلى الله عليه و سلم وأعطى الحجام
Dari Ibnu Abbas rodliyallohu anhuma,
berkata : Nabi shollallohu alaihi wasallam berbekam dan memberi imbalan kepada pembekam [HR Bukhori Muslim]
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : احتجم النبي صلى الله عليه و سلم وأعطى
الحجام أجره ولو علم كراهية لم يعطه
Dari Ibnu Abbas rodliyallohu anhuma,
berkata : Nabi shollallohu alaihi wasallam berbekam dan memberi imbalan kepada pembekam. Seandainya upah
bekam itu dilarang, tentu beliau tidak akan memberinya imbalan [HR Bukhori]
عن عمرو بن عامر قال سمعت أنسا رضي
الله عنه يقول : كان النبي صلى الله عليه و سلم يحتجم ولم يكن يظلم أحدا أجره
Dari Amru bim Amir, berkata : Aku
mendengar Anas rodliyallohu anhu berkata : Nabi shollallohu alaihi wasallam
biasa berbekam dan beliau tidak pernah mendzolimi seseorang akan upahnya [HR Bukhori Muslim]
عَنْ حَرَامِ بْنِ مُحَيِّصَةَ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كَسْبِ الْحَجَّامِ
فَنَهَاهُ عَنْهُ فَذَكَرَ لَهُ الْحَاجَةَ فَقَالَ « اعْلِفْهُ نَوَاضِحَكَ
Dari Harom bin Muhaishoh dari
bapaknya, bahwasanya dirinya bertanya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam
tentang profesi bekam. Beliau melarangnya. Ketika disebutkan bahwa ia
membutuhkan upah itu maka beliau bersabda : Manfaatkan upah itu untuk makanan
nawadlih (onta yang biasa mengangkut air) [HR Ahmad dan Ibnu Majah]
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَسْبُ
اَلْحَجَّامِ خَبِيثٌ
Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Pekerjaan tukang bekam adalah
jelek [HRMuslim]
Beragam pendapat menyikapi hadits-hadits di
atas :
Jumhur ulama menilai haram dan
selanjutkan mereka berkata : Bekam adalah profesi yang mengandung kehinaan akan
tetapi bukan harom, mereka menilai larangan dimaksudkan sebagai tanzih (sikap
menjauhi perbuatan yang tidak pantas, haram)
Imam Ahmad dan sejumlah ulama
membedakan profesi bekam antara orang merdeka dan budak. Mereka membenci
pekerjaan ini disandang oleh orang merdeka. Mereka diharamkan memakan
penghasilan bekam untuk kepentingan pribadinya akan tetapi diperbolehkan untuk
keperluan hamba sahaya dan binatang, sementara bila pelakunya adalah sahaya
diperbolehkan mendapat upah secara mutlak. Dasar dari pendapat ini adalah bahwa
pembekam yang mengeluarkan darah nabi shollallohu alaihi wasallam adalah
berstatus sebagai budak. Di hadits disebut Abu Thoibah.
Dua pendapat di atas disebutkan oleh
ibnu Hajar Al Atsqolani dalam Fathul barinya.
Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam
berpendapat bahwa profesi bekam adalah khobits (buruk) akan tetapi
ke-khobitsan-nya tidak berstatus haram sebagaimana makanan yang mengundang
aroma tidak sedap (bawang dan semisalnya) juga tidak bernilai haram. Dengan
kalimat lain beliau berkata : Bawang disebut khobits karena baunya, sedangkan
bekam disebut khobits bila dijadikan profesi.
a. Walhasil
kesimpulan dari keterangan di atas :
b. Tidak
sepantasnya menentukan upah bekam kepada pasien pada tiap titik bekam
c. Sebaiknya
bekam jangan dijadikan sebagai profesi
d. Bila
mendapat imbalan sementara kita masih memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan
maka sebaiknya dialihkan pemanfaatannya bagi binatang peliharaan atau orang
miskin
Maroji :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani
4/564
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh
Abdurrohman Albassam 3/380