Gholidzul Qolbi




Alqolbu (22) 

Salah satu faktor kekalahan umat islam pada perang uhud adalah kesalahan para sahabat yang ditempatkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam di jabal romat (gunung yang ditempati pasukan pemanah). Instruksi yang disampaikan kepada mereka adalah tidak boleh turun dari bukit itu sebelum ada perintah.

Rupanya harta rampasan perang yang sengaja ditinggalkan musuh, membuat mereka silau. Tanpa mengingat pesan beliau, mereka turun untuk mendapatkan harta.
Apa yang mereka lakukan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Kholid bin Walid untuk mengambil alih tempat yang strategis itu. Dari sinilah titik awal bencana. Umat islam dibikin kocar kacir dan korban berjatuhan karena dengan leluasa orang kafir melempar panahnya ke arah kaum muslimin. Tidak itu saja, nabi shollallohu alaihi wasallam ikut terluka.

Terhadap kesalahan para shabat, Alloh memberi nasehat kepada rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya  [ali imron : 159]

Ayat di atas memberi taujih kepada beliau :

linta lahum (berlaku lemah lembut)
Hal itu dengan cara menjauhi sikap fadz-dzon (keras) dan gholidzol qolbi (berhati kasar). Imam Baghowi menafsirkan kata fadz-dzon dengan keras dalam ucapan dan gholidzol qolbi dengan kasar dalam perbuatan
Fa’wu anhum (memaafkan mereka) wastaghfirlahum (memohonkan ampun)
Artinya memaafkan mereka secara pribadi dan duniawi. Sedangkan memohonkan ampun bersifat akhirat dan berkaitan dengan kesalahan antara mereka dengan Alloh.
Wasyawirhum fil amri
Tetap dilibatkan dalam bermusyawarah berkenaan dengan peperangan yang akan mereka lakukan.
Walhasil, seorang pemimpin harus berhati lembut, bukan berhati kasar saat melihat kesalahan anak buah yang dipimpinnya. Bagi yang tidak memilikinya, jangan coba-coba memikul beban berat ini.

Maroji’ :
Ma’alimuttanzil, Abu Muhammad Alhusain bin Mas’ud Albaghowi (maktabah syamilah) hal 71