Adillah Terhadap Dua Kubu Yang Berseteru




Kepada Pak Hakim Dan Pak Jaksa (7)
Tidak adil, ketika menangani suami istri yang yang berseteru, hakim hanya mendengar keluhan sepihak dari suami tanpa meminta keterangan dari istri. Demikian juga sebaliknya.
Sungguh dzalim manakala hakim membuat keputusan kepemilikan tanah sengketa kepada satu kubu sebelum mencari informasi dari kubu lain.
Di banyak kasus hukum terlihat kesewenang-wenangan penguasa ketika berkonflik dengan rakyat yang dipimpin.
Masih ingat tragedi Tanjung Priuk ? Kaum muslimin dibantai oleh aparat dan yang masih hidup ditangkap untuk selanjutnya dijebloskan ke dalam penjara. Semua media dikendalikan rezim tanpa memberi kesempatan rakyat yang tertindas untuk bersuara. Di pengadilan, hakim membuat keputusan berdasar informasi dari penguasa dengan tidak memberi celah kepada kaum muslimin untuk mengeluarkan argumentasi.
Cara ini sungguh tidak adil. Islam mengajarkan kepada kita bahwa menegakkan keadilan dalam sebuah keputusan hukum harus dilakukan setelah menggali informasi valid dari semua kubu. Itu berdasar sebuah hadits :
عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا تَقَاضَى إِلَيْكَ رَجُلَانِ, فَلَا تَقْضِ لِلْأَوَّلِ, حَتَّى تَسْمَعَ كَلَامَ اَلْآخَرِ, فَسَوْفَ تَدْرِي كَيْفَ تَقْضِي. قَالَ عَلِيٌّ فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا بَعْدُ  
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila ada dua orang meminta keputusan hukum kepadamu, maka janganlah engkau memutuskan untuk orang yang pertama sebelum engkau mendengar keterangan orang kedua agar engkau mengetahui bagaimana harus memutuskan hukum. Ali berkata : Setelah itu aku selalu memutuskan perkara dengan cara seperti itu  [HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi] 
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْحَاكِمِ أَنْ يَسْمَعَ دَعْوَى الْمُدَّعِي أَوَّلًا ثُمَّ يَسْمَعَ جَوَابَ الْمُجِيبِ وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَبْنِي الْحُكْمَ عَلَى سَمَاعِ دَعْوَى الْمُدَّعِي قَبْلَ جَوَابِ الْمُجِيبِ فَإِنْ حَكَمَ قَبْلَ سَمَاعِ الْإِجَابَةِ عَمْدًا بَطَلَ قَضَاؤُهُ وَكَانَ قَدْحًا فِي عَدَالَتِهِ
Hadits ini menunjukkan kewajiban bagi hakim untuk mendengar dakwaan dari si penuduh lalu mendengar pula jawaban dari si tertuduh. Ia tidak boleh membuat keputusan hukum berdasar apa yang ia simak dari si penuduh sebelum menyimak pembelaan dari si tertuduh. Bila secara sengaja ia membuat keputusan sebelum mendengar pembelaan maka keputusannya dinyatakan batal dan keadilannya dinyatakan cacat.
Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani 6/404