Kepada Pak Hakim Dan Pak Jaksa (6)
Seorang suami
bertengkar hebat dengan istrinya di rumah. Dengan amarah yang masih
menyelimuti, ia pergi ke pengadilan untuk memimpin siding. Dalam kondisi
seperti ini, tentu ia tidak mungkin bisa menangani perkara dengan baik sehingga nabi
shollallohu alaihi wasallam mengingatkan :
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: لَا يَحْكُمُ
أَحَدٌ بَيْنَ اِثْنَيْنِ, وَهُوَ غَضْبَانُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abu Bakrah Radliyallaahu
'anhu berkata : Aku mendengar
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Janganlah seseorang menghukum
antara dua orang dalam keadaan marah [Muttafaq Alaihi]
Selain marah, kondisi lain bisa diqiyaskan diantaranya : Lapar, sakit,
cemas, sungkan karena salah satu pihak yang bersengketa adalah orang yang
dihormati dan kebencian kepada salah satu orang berperkara.
Imam Nawawi berkata :
وَيَلْتَحِق بِالْغَضَبِ
كُلّ حَال يَخْرُج الْحَاكِم فِيهَا عَنْ سَدَاد النَّظَر وَاسْتِقَامَة الْحَال
كَالشِّبَعِ الْمُفْرِط وَالْجُوع الْمُقْلِق ، وَالْهَمّ وَالْفَرَح الْبَالِغ ،
وَمُدَافَعَة الْحَدَث ، وَتَعَلُّق الْقَلْب بِأَمْرٍ وَنَحْو
Status yang bisa disamakan kedudukannya dengan marah adalah
setiap kondisi dimana hakim tidak mampu menilai sesuatu dengan benar dan
kondisi jiwanya tidak istiqomah (labil) seperti kekenyangan, lapar yang amat
sangat, sedih dan gembira berlebihan, menahan buang air, terkungkungnya hati
dengan perkara lain dan sebagainya.
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 6/149