Istighfar (14)
Seorang mukmin ketika sadar bahwa dirinya telah melakukan
perbuatan maksiat, tentu reaksi yang terjadi saat itu adalah ucapan istighfar.
Lalu, bacaan istighfar manakah yang terbaik pada kondisi ini ? Rosululloh
shollallohu alaihi wasallam menuntun kita untuk membaca :
أسْتَغْفِرُ
اللهَ الَّذِي لاَ إلَهَ إلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُومُ وَأتُوبُ إلَيهِ
Dasar dari amalan sunnah berdasar dari sebuah hadits :
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ قَالَ : أسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِي لاَ إلَهَ
إلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُومُ وَأتُوبُ إلَيهِ ، غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ ، وإنْ كانَ قَدْ
فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ
Dari Ibnu Mas’ud rodliyallohu anhu berkata : Rosululloh
shollallohu alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa membaca yang artinya (Aku
memohon ampun kepada Alloh yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain
Dia, Yang Maha Hidup dan Maha tegak untuk terus mengurusi makhluq, aku
bertaubat kepadaNya), maka akan diampuni baginya dari dosa-dosa meski ia telah
lari dari medan perang [HR Abu Daud,
Tirmidzi dan Alhakim]
Syaikh Mushthofa Albugho mengomentari hadits di atas denga
mengatakan :
فضل المداومة على هذا
الإستغفار وخاصة بعد الوقوع في المعصية
Hadits di atas menunjukkan keutamaan kontinyu
dalam beristighfar, terkhusus setelah terjerumus dalam maksiat
Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 2/ 484