Tergesa-Gesa (13)
Jabir Bin Abdullah bercerita bahwa dirinya pernah mengadakan
safar dengan beberapa sahabat lainnya. Seorang diantara mereka terluka di
kepalanya karena batu. Saat istirahat, ia mimpi basah. Selanjutnya ia bertanya
:
هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ
Apakah kalian mendapatkan pada diriku
rukhshoh (untuk tidak mandi junub) sehingga cukup bertaamum saja ?
Kawan-kawannya berkata :
مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ
Kami tidak melihat ada rukhshoh
bagimu. Engkau masih bisa (mandi junub) dengan air
Mendengar pendapat ini, lelaki inipun segera mandi yang
membuatnya mati. Sesampainya di kota Madinah, kami menghadap nabi shollallohu
alaihi wasallam dan menceritakan peristiwa itu. Dengan nada marah, beliau
bersabda :
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا
فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ
عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
Mereka telah membunuhnya, sungguh Alloh akan mencelakakannya
! Kenapa mereka tidak bertanya bila tidak mengetahui ? Sesunguhnya obat bagi
ketidaktahuan, tidak lain adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya
bertayamum dan membalut lukanya dengan kain lalu mengusap air di atasnya dan
selanjutnya mandi untuk seluruh tubuhnya [HR Abu Daud]
Kisah di atas memberi kita pelajaran akan bahayanya berfatwa
tanpa dasar ilmu. Menunda jawaban dengan mencari seorang alim, adalah cara yang
disyariatkan daripada tergesa-gesa mengeluarkan fatwa.