Hukum Pidana Dan Perdata Berlaku Bilangan Genap




                                                Ganjil Dan Genap Dalam Timbangan (16) 

Ini kaedah secara umum. Diantara contoh yang bisa disebutkan diantaranya :

(1) Saksi dalam utang piutang

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَان         
Hai orang-orang beriman, bila kamu utang piutang dalam waktu tertentu  maka tulislah .... dan hadirkan dua orang saksi dari laki-laki diantara kalian. Jika tidak ada dua orang laki-laki maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan  [albaqoroh : 282]

(2) Saksi dalam pernikahan

عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ ابْنِ الْحُصَيْنِ مَرْفُوْعًا لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ

Dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin : Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi  [HR Ahmad]

(3) Saksi dalam kasus perzinahan

لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ  
Mengapa mereka yang menuduh zina itu tidak mendatangkan empat orang saksi. Bila mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itu di sisi Alloh adalah para pendusta [annur : 13]

(4) Hukum dera bagi pezina

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ  
Pezina wanita dan pezina laki-laki maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali  [annur : 2]

(5) Hukum dera bagi penuduh zina tanpa mendatangkan empat saksi

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ  

Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik telah berzina lalu ia tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah 80 kali dan janganlah kamu terima persaksian mereka selamanya. Mereka itu adalah orang-orang fasik  [annur : 4]

(6) Hukum dera bagi peminum khomr

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَتَى بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ اَلْخَمْرَ, فَجَلَدَهُ بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ أَرْبَعِينَ. قَالَ: وَفَعَلَهُ أَبُو بَكْرٍ, فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اِسْتَشَارَ اَلنَّاسَ, فَقَالَ عَبْدُ اَلرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ: أَخَفَّ اَلْحُدُودِ ثَمَانُونَ, فَأَمَرَ بِهِ عُمَرُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah didatangkan seorang yang telah minum arak, lalu memukulnya dengan dua pelepah kurma sekitar empat puluh kali. Perawi berkata : Abu Bakar juga melakukan demikian. Pada masa Umar, ia bermusyawarah dengan orang-orang, lalu Abdurrahman Ibnu 'Auf berkata : Hukuman paling ringan adalah delapan puluh kali. Kemudian Umar memerintahkan untuk melaksanakannya. [Muttafaq Alaihi]

(7) Batas maksimal hukum ta’zir

                                                         
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ اَلْأَ نْصَارِيِّ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: لَا يُجْلَدُ فَوْقَ عَشَرَةِ أَسْوَاطٍ, إِلَّا فِي حَدِّ مِنْ حُدُودِ اَللَّهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Burdah al-anshori bahwa ia mendengar Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tidak boleh dicambuk lebih dari sepuluh cambukan, kecuali jika melanggar suatu had (hukuman) yang ditentukan Allah Ta'ala  [Muttafaq Alaihi]