Mata Antara Pahala Dan Dosa (10)
Kita sering melihat para penta’ziyah
masih bisa tertawa di pekuburan saat mayit dimasukkan ke liang lahat. Bencana
alam yang menimpa suatu kaum hanya disikapi sebagai cerita tak bermakna.
Karomah mujahidin yang dilihat di depan mata tidak membuatnya mengakui akan
keberkahan syariat jihad. Orang seperti ini berarti tidak menjadikan mata
sebagai sarana untuk menambah keimanannya kepada Alloh. Akibatnya Alloh
menyamakannya dengan binatang, bahkan boleh jadi lebih buruk darinya. Alloh
berfirman :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ
بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ
بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Kami penuhi bagi neraka jahanam
kebanyakan jin dan manusia dimana mereka memiliki hati akan tetapi tidak
digunakan untuk memahami dengannya dan mereka memiliki mata akan tetapi tidak
digunakan untuk melihat dengannya. Mereka memiliki telinga akan tetapi tidak
digunakan untuk mendengar dengannya. Mereka itu adalah seperti binatang ternak,
bahkan lebih buruk. Mereka itulah orang-orang yang lalai [al a’rof : 179]
Imam Syaukani menafsirkan laa
yubshiruna biha (mata yang tidak dignakan untuk melihat) dengan tidak
menggunakan mata yang membuatnya berpikir dan mengambil i’tibar.
Imam Baidlowi berkata : Mereka tidak melihat ciptaan Alloh dengan
pandangan untuk mengambil i’tibar
Maroji’ :
Fathul Qodir, Imam Syaukani(maktabah
syamilah) hal 174
Asroruttanzil Wa Asrorutta’wil,
Muhammad Albaidlowi (maktabah syamilah) hal 174