Istinja Dalam Timbangan Aqidah (18)
عَنْ أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ فَبَالَ فِى طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ ، فَزَجَرَهُ
النَّاسُ ، فَنَهَاهُمُ النَّبِىُّ صلى
الله عليه وسلم فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم
بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ ، فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata : Seseorang
Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang
menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika
ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk
diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu [Muttafaq
Alaihi]
Hadits di atas menuturkan tentang kasus kencingnya
a’robiy di masjid. Para sahabat menilai bahwa kencing adalah najis dan apa yang
dilakukan oleh a’robiyy adalah penodaan terhadap masjid yang merupakan tempat
mulia bagi masjid.
Ini berbeda dengan analisa rosululloh shollallohu
alaihi wasallam. Beliau menilai :
1.
Si a’robiyy adalah manusia jahil (bodoh) bahkan dalam
riwayat lain menyebutkan bahwa ia memiliki sifat mudah tersinggung. Karakter
ini tidak mungkin disikapi dengan keras.
2.
Mencegah dan menegur orang yang sedang kencing, tentu
akan menimbulkan problem. Boleh jadi ia akan menghentikan kencingnya secara
mendadak dan tentu tidak bagus ditinjau dari segi kesehatan. Atau ia akan lari
sambil kencing hingga air kencing akan mengotori pakaiannya dan najis akan
tercecer di masjid dan itu akan menyulitkan saat mensucikannya.