Kiblat Dalam Timbangan Akidah (14)
Ketika nabi shollallohu alaihi wasallam tiba di kota Madinah
dari safarnya, beliau menanyakan Barro’ Bin Ma’rur. Para sahabat berkata :
توفي
وأوصى بثلثه لك يا رسول الله ، وأوصى أن يوجه إلى القبلة لما احتضر
Ia sudah meninggal dan sebelumnya berwasiat dari sepertiga
hartanya untukmu wahai rosululloh. Ia juga berwasiat agar dihadapkan ke arah
kiblat saat tanda kematian datang. Mendengar penuturan mereka, nabi bersabda :
أصاب الفطرة
Ia sudah sesuai dengan alfitroh [HR
Baihaqi dan Alhakim]
Abdurrohman Bin Abdulloh Bin Ka’ab Bin Malik berkata :
وَكَانَ الْبَرَّاءُ أوَّلَ مَنِ
اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ حَيًّا وَمَيِّتًا
Barro’ Bin Ma’rur adalah orang yang
pertama kali menghadap kiblat saat hidup dan mati
Lalu, bagaimana cara menghadapkan orang yang akan meninggal
dan sesudah kematiannya ke arah kiblat ? Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid
menerangkan dua cara, yaitu :
a. (untuk di
Indonesia) meletakkan kaki di arah barat dan kepala ada di timur lalu kepala
ditinggikan (dengan bantal) agar dinilai menghadap ke arah kiblat
b. Membaringkan
mayit ke kiblat dengan rusuk bagian kanan ada di bawah
Untuk cara kedua berlaku ketika mayit dikebumikan
Maroji’ :
Shohih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid 1/612