Ali Bin Abi Tholib (1)
Ali Bin Abi Tholib memiliki rasa malu terhadap rosululloh
shollallohu alaihiwasallam untuk menanyakan perihal air madzi berlebihan yang
ada padanya. Ini wajar karena beliau tidak lain adalah mertuanya. Sang menantu
tentu tidak ingin libidonya yang tinggi diketahui oleh sang mertua. Di satu
sisi ada rasa malu, akan tetapi ia juga ingin mengetahui hukum fiqih seputar
air madzi, apakah membuatnya wajib mandi janabat, ataukah cukup berwudlu ?
Disinilah letak kecerdasan Ali Bin Abi Tholib. Ia meminta kepada Miqdad Bin
Aswad untuk bertanya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam tentang masalah
ini. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa saat Miqdad bertanya, Ali berada di
sampingnya :
عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلاً
مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم
لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ
فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
Dari Ali berkata : Aku adalah laki-laki yang banyak keluar
air madzi. Aku malu untuk bertanya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam
karena status puterinya (yang merupakan istriku). Oleh karena itu, aku
perintahkan Miqdad Bin Aswad. Ia menanyakannya kepada beliau. Lalu beliau
bersabda : Cukup mencuci kemaluannya dan berwudlu [HR Bukhori Muslim]
Berbeda dengan Ali yang pemalu, wanita anshor tidak memiliki
rasa malu untuk bertanya tentang permasalahan wanita tanpa harus mencari
wakil untuk bertanya sebagaimana yang
dilakukan oleh Ali. Diantaranya adalah pertanyaan tentang cara membersihkan
kemaluan setelah haidl selesai :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً
سَأَلَتِ النَّبِىَّ صلى الله عليه
وسلم عَنْ غُسْلِهَا مِنَ الْمَحِيضِ ،
فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِى فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهَّرِى
بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ
تَطَهَّرِى بِهَا. قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَىَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِى بِهَا أَثَرَ الدَّمِ
Dari Aisyah : Bahwa seorang wanita bertanya kepada nabi
shollallohu alaihi wasalla tentang cara mencuci tempat keluarnya haidl. Beliau
memerintahkan kepadanya untuk mencucinya seraya bersabda : Ambillah kapas yang
sudah dioles minyak wangi lalu bersucilah dengannya. Ia berkata : Bagaimana
cara bersuci dengannya ? Beliau bersabda : Bersucilah dengannya. Ia berkata :
Bagaimana ? Beliau bersabda : Subhanalloh, bersucilah ! Akupun menariknya lalu
aku katakan kepadanya : Diseka tempat bekas keluarnya darah dengan kapas itu
[HR Bukhori]
Dalam riwayat lain disebutkan tentang wanita anshor yang
bertanya tentang mimpi basah yang dialami kaum wanita :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ جَاءَتْ
أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ
الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ
النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا
رَأَتِ الْمَاءَ فَغَطَّتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَجْهَهَا وَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَتَحْتَلِمُ
الْمَرْأَةُ قَالَ نَعَمْ تَرِبَتْ يَمِينُكِ فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا
Dari Ummu Salamah berkata : Ummu Salamah datang menghadap
rosululloh shollallohu alaihi wasallam seraya berkata : Ya rosululloh,
sesungguhnya Alloh tidak malu terhadap alhaq, apakah wanita wajib mandi bila
mandi basah ? Nabi shollallohu alaihi wasallam menjawab : Benar bila ia melihat
air maninya keluar. Ummu Salamah menutup wajahnya karena malu dan berkata : Celaka tangan kananmu, lalu darimana terjadi
kemiripan anaknya ? [HR Bukhori Muslim]
Karena keterus-terangan mereka dalam urusan kewanitaan,
Aisyah mengungkapkan rasa kagumnya terhadap mereka hingga ia berkata :
فَقَالَتْ عَائِشَةُ نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ
الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِى
الدِّينِ
Aisyah berkata : Sebaik-baik wanita adalah wanita anshor.
Rasa malu tidak menghalanginya untuk memperdalam imu agama [HR Muslim]