Ali Dan Miqdad Bin Aswad


Ali Bin Abi Tholib (2)

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ  يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ

Dari Ali berkata : Aku adalah laki-laki yang banyak keluar air madzi. Aku malu untuk bertanya kepada nabi shollallohu alaihi wasallam karena status puterinya (yang merupakan istriku). Oleh karena itu aku perintahkan Miqdad Bin Aswad. Ia menanyakannya kepada beliau. Lalu beliau bersabda : Cukup mencuci kemaluannya dan berwudlu [HR Bukhori Muslim]

Riwayat di atas menunjukkan diperbolehkannya mewakilkan satu perkara kepada orang lain. Ada banyak contoh tentang wakalah dalam masalah ini, diantaranya :

[1] Urusan persengketaan suami istri

Terkadang persengketaan antar suami istri harus diselesaikan oleh pihak ketiga. Untuk itulah islam mengajarkan :

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا   

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal [annisa’ : 35]

Diantara kasus suami istri yang bermasalah adalah apa yang dilakukan oleh nabi shollalohu alaihi wasallam terhadap Mughits dan Bariroh :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى ، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم لِعَبَّاسٍ يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا. فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم لَوْ رَاجَعْتِهِ. قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِى قَالَ إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ. قَالَتْ لاَ حَاجَةَ لِى فِيهِ  

Dari Ibnu Abbas : Bahwa suami Bariroh yang bernama Mughits adalah budak. Sepertinya aku melihatnya berjalan di belakang istrinya sambil menangis dan air matanya membasahi jenggotnya. Nabi shollalohu alaihi wasallam bersabda kepada Abbas : Wahai Abbas, tidakkah engkau melihat cintanya Mughits kepada Bariroh  dan ketidaksukaan Bariroh kepada Mughits ? Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bagaimana jika engkau mau kembali kepadanya ? Bariroh berkata : Ya rosululloh, apakah engkau menyuruhku untuk itu ? Beliau bersabda : Aku hanya sebagai perantara. Bariroh berkata : Sudah tidak ada cintaku kepadanya [HR Bukhori]

[2] Urusan jual beli

عَنْ عُرْوَةَ الْبَارِقِيِّ رضي الله عنه  أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي بِهِ أُضْحِيَّةً, أَوْ شَاةً, فَاشْتَرَى شَاتَيْنِ, فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ, فَأَتَاهُ بِشَاةٍ وَدِينَارٍ, فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ, فَكَانَ لَوْ اِشْتَرَى تُرَابًا لَرَبِحَ فِيهِ  

Dari Urwah al-Bariqy Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor hewan kurban atau kambing. Ia membeli dengan uang tersebut dua ekor kambing dan menjual salah satunya dengan harga satu dinar. Lalu ia datang kepada beliau dengan seekor kambing dan satu dinar. Beliau mendoakan agar jual-belinya diberkahi Allah, sehingga kalaupun ia membeli debu, ia akan memperoleh keuntungan [HR Imam Lima kecuali Nasa'i] 

Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam berkata :

جواز الوكالة فيما تدخله النيابة من الأعمال كالبيع والشراء

Diperbolehkan wakalah (mewakilkan) urusan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh orang lain seperti transaksi jual beli

[3] Lobi keringanan hukuman

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه  أَنَّ اَلرُّبَيِّعَ بِنْتَ اَلنَّضْرِ عَمَّتَهُ كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ, فَطَلَبُوا إِلَيْهَا اَلْعَفْوَ, فَأَبَوْا, فَعَرَضُوا اَلْأَرْشَ, فَأَبَوْا, فَأَتَوْا رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبَوْا إِلَّا اَلْقِصَاصَ, فَأَمَرَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْقِصَاصِ, فَقَالَ أَنَسُ بْنُ اَلنَّضْرِ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ اَلرُّبَيِّعِ? لَا, وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ, لَا تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَا أَنَسُ! كِتَابُ اَللَّهِ: اَلْقِصَاصُ فَرَضِيَ اَلْقَوْمُ, فَعَفَوْا, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ مِنْ عِبَادِ اَللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اَللَّهِ لَأَبَرَّهُ   

Dari Anas bahwa Rubayyi' Bintu Nadlar saudara perempuan ayahnya telah meretakkan gigi depan seorang gadis. Lalu mereka meminta ampun, namun keluarga gadis menolak. Kemudian mereka menawarkan denda dan mereka tetap menolak kecuali qishash. Anas Ibnu Nadhlar berkata : Wahai Rasulullah, apakah gigi depan Rubayyi' diretakkan? Tidak, demi (Alloh) yang telah mengutusmu dengan kebenaran, gigi depannya tidak akan diretakkan. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Wahai Anas, Kitabullah memerintahkan qishash. Maka relalah keluarga gadis dan mereka memberikan ampunan. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya di antara hamba Allah itu ada yang bersumpah dengan nama Allah, ia akan melaksanakannya  [Muttafaq Alaihi]