Menghalangi Orang Yang Akan Lewat



Kedudukan Tangan Dalam Sholat (32)

Pada dasarnya seorang yang sedang menunaikan sholat, ia berada di depan Robnya untuk bermunajat (bercakap-cakap). Lewat di depannya adalah sikap tidak sopan. Oleh karena itu ada hak baginya untuk menghalangi orang yang bersangkutan. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ اَلنَّاسِ  فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ  فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ  فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ فَإِنَّ مَعَهُ اَلْقَرِينَ  

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila seseorang di antara kamu sholat dengan memasang sutroh (pembatas) yang membatasinya dari orang-orang lalu ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya maka hendaklah ia mencegahnya. Bila tidak mau bunuhlah dia sebab dia sesungguhnya adalah setan. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa dia bersama setan.

Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita tentang haramnya melewati orang yang sedang menunaikan sholat. Ada hak untuk mencegahnya bagi siapa saja yang memiliki sutroh di depannya. Lalu bagaimana dengan kalimat “ bunuhlah “ pada hadits di  atas ? Imam Nawawi berkata :

أَنَّهُ يَرُدّهُ إِذَا أَرَادَ الْمُرُور بَيْنه وَبَيْن سُتْرَته بِأَسْهَل الْوُجُوه ، فَإِنْ أَبَى فَبِأَشَدِّهَا ، وَإِنْ أَدَّى إِلَى قَتْله فَلَا شَيْء عَلَيْهِ كَالصَّائِلِ عَلَيْهِ لِأَخْذِ نَفْسه أَوْ مَاله ، وَقَدْ أَبَاحَ لَهُ الشَّرْع مُقَاتَلَته ، وَالْمُقَاتَلَة الْمُبَاحَة لَا ضَمَان فِيهَا

Ada hak baginya untuk menghalangi orang yang hendak melewati di depannya dengan cara yang paling ringan. Bila enggan, boleh diberi sikap lebih keras meski menyebabkan kematian. Hal itu tidak dosa baginya seperti orang yang membela diri saat nyawa dan hartanya terancam. Syariat membolehkannya untuk membunuhnya. Membunuh yang diperbolehkan tentu tidak ada tanggungan hukum baginya

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/260