Menjaga Kekhusyuan



Menjaga Kwalitas Sholat (2)

Alloh menyebut ada enam kriteria mukmin yang beruntung yang dengannya berhak mewarisi jannatul firdaus. Nomer urut pertama adalah khusyu sholat :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ  الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ  

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya,

Penulis tafsir Almuyassar memberi definisi khusyu dengan :

تَفْرُغُ لها قلوبهم، وتسكن جوارحهم  

Hati mereka farogh (fokus) kepada sholat dan anggota tubuhnya tenang

Imam Ibnu Hajar Al Atsqolani menampilkan dalam kitab bulughul maromnya hadits-hadits berkenaan khusyu’ dalam sholat. Bila dirangkum, khusyu terbagi menjadi dua :

Pertama : Khusyu hati

Hal ini meliputi :

1] Larangan meletakkan tangan di pinggang

Meletakkan kedua tangan di pinggang bertentangan dengan sifat khusyu dalam sholat karena perbuatan itu termasuk sikap orang sombong yang biasa berkacak pinggang. Selain itu nabi shollallohu alaihi wasallam menisbatkannya kepada kebiasaan yahudi :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُصَلِّيَ اَلرَّجُلُ مُخْتَصِرًا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ  وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ. وَمَعْنَاهُ : أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ عَلَى خَاصِرَتِهِ وَفِي اَلْبُخَارِيِّ : عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ ذَلِكَ فِعْلُ اَلْيَهُودِ 

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang orang yang sholat dengan bertolak pinggang. [Muttafaq Alaihi] dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Artinya : Orang itu meletakkan tangannya pada pinggangnya. Dalam riwayat Bukhari dari 'Aisyah : Bahwa cara itu adalah perbuatan orang Yahudi dalam sembahyangnya.

2] Perintah menyingkirkan benda yang membuat konsentrasi sholat hilang

Seperti tulisan, benda dengan bentuk mencolok atau lainnya. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam pernah meminta Aisyah untuk menyingkirkan tirai bergambar dari tempat sholat sunnah beliau :

عَنْ أَنَسٍ رضي الله َوَعَنْهُ قَالَ كَانَ قِرَامٌ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا  فَإِنَّهُ لَا تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ لِي فِي صَلَاتِي  

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu berkata : Adalah tirai milik 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu menutupi samping rumahnya. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya : Singkirkanlah tiraimu ini dari kita karena sungguh gambar-gambarnya selalu mengangguku dalam sholatku [HR Bukhari]

3] Perintah mendahulukan urusan perut sebelum sholat

Baik sakit karena lapar sementara makanan sudah tersedia atau sakit karena ada kotoran yang harus segera dikeluarkan :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ  وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ  

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tidak diperbolehkan sholat di depan hidangan makanan dan tidak diperbolehkan pula sholat orang yang menahan dua kotoran (muka dan belakang)

4] Perintah mengusir rasa malas yang datang saat menunaikan sholat

Diantaranya menguap. Bila ini terjadi ketika sholat sedang ditunaikan maka ini berasal dari setan sehingga menahan mulut untuk tidak terbuka adalah sebaik-baik cara yang diajarkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : اَلتَّثَاؤُبُ مِنْ اَلشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اِسْتَطَاعَ  

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Menguap (dalam sholat) itu termasuk perbuatan setan maka bila seseorang di antara kamu menguap hendaklah ia menahan sekuatnya [HR Muslim dan Tirmidzi] 

Kedua : Khusyu anggota badan

Pada poin ini, rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarang kita untuk sering menyeka wajah dari pasir atau debu yang menempel. Sebagaimana kita tahu bahwa lantai masjid pada masa rosululloh shollallohu masih berupa pasir atau tanah. Menyeka keduanya setelah sujud berarti memperbanyak gerakan yang tidak berkaitan dengan sholat. Oleh karena itu, nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلَا يَمْسَحِ اَلْحَصَى  فَإِنَّ اَلرَّحْمَةَ تُوَاجِهُهُ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَزَادَ أَحْمَدُ : وَاحِدَةً أَوْ دَعْ

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Jika seseorang di antara kamu mendirikan sholat maka janganlah ia mengusap butir-butir pasir (yang menempel pada dahinya) karena rahmat selalu bersamanya [HR Imam Lima]. Ahmad menambahkan : Usaplah sekali atau biarkan.

Selain larangan menyeka debu di wajah, nabi shollallohu alaihi wasallam melarang banyak menoleh dan mengarahkan pandangan ke atas :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ اَلِالْتِفَاتِ فِي اَلصَّلَاةِ ? فَقَالَ : هُوَ اِخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ اَلشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ اَلْعَبْدِ  

Dari Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang (hukumnya) menoleh dalam sholat. Beliau menjawab : Ia adalah copetan yang dilakukan setan terhadap sholat hamba [HR Bukhari]  

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى اَلسَّمَاءِ فِي اَلصَّلَاةِ أَوْ لَا تَرْجِعَ إِلَيْهِمْ  

Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Hendaklah benar-benar berhenti orang-orang yang memandang langit waktu sholat atau pandangan itu tidak kembali kepada mereka [HR Muslim]

Demikianlah dua khusyu berpadu, hati dan anggota tubuh. Oleh karena itu maka benarlah riwayat yang mengatakan :

لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذَا لَخَشَعَتْ جَوَارِحُهُ

Seandainya hati khusyu maka khusyu pula anggota tubuh

Maroji’ :

Subulussalam, Imam Shon’ani (maktabah syamilah)

Tafsir Almuyassar (maktabah syamilah) hal 342