Tertawa Dalam Timbangan Aqidah Dan Fiqih (7)
Hukum asli tertawa adalah mubah. Ia bisa berubah
manakala tertawa mendominasi hidup seseorang. Seolah dengan tertawa, hidup
seseorang dinilai bahagia. Padahal, manusia akan banyak menghadapi peristiwa
yang tidak mungkin disikapi dengan canda dan tawa. Semisal kematian. Dari
sakarotul maut hingga pencabutan nyawa dan selanjutnya alam barzakh dimana
manusia akan tinggal sendirian sementara fitnah kubur dari malaikat munkar dan
nakir sudah menanti.
Bila alam kubur dianggap menyeramkan, tentu kondisi
pada hari kiamat jauh lebih dahsyat lagi. Seorang yang hari-harinya dipenuhi
dengan tawa tidak mungkin memiliki kesadaran untuk merenungkan hal ini. Inilah
yang disebut mati hati sebagaimana yang disabdakan oleh rosululloh shollallohu
alaihi wasallam :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ
فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh shollallohu
alaihi wasallam bersabda : Jangan banyak tertawa karena banyak tertawa akan
mematikan hati [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah]