Hukum Bersyair Di Masjid

 

Syair Dalam Timbangan Aqidah (10)

Setengah jam sebelum adzan, santri pondok pesantren biasa sudah berada di masjid. Mereka pergi ke masjid tidak dengan tangan kosong. Rata-rata mereka membawa al quran atau buku pelajaran. Kita dapati diantara mereka memegang buku al fiyyah Ibnu Malik, kitab berisi kaedah nahwu shorof yang disusun dengan gaya bahasa syair.

Pertanyaannya adalah, apakah boleh membaca syair (seperti syair Alfiyah Ibnu Malik) di masjid ? Apakah masjid hanya terbatas tilawatul quran atau hadits hingga selain keduanya tidak boleh dibaca ? Ada sebagian ulama melarang syair dibaca di masjid berdasarkan hadits :

عَنْ  عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ تَنَاشُدِ الْأَشْعَارِ فِي الْمَسْجِدِ

Dari Amru Bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam melarang mendendangkan syair-syair di masjid [HR Ibnu Khuzaimah]

Inilah yang dipahami oleh Umar Bin Khothob sehingga ketika Hasan Bin Tasbit bersyair di masjid mendapatkan tatapan tajam dari Umar sebagaimana yang diceritakan oleh Hasan Bin Tsabit :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ أَنَّ عُمَرَ رضي الله عنه مُرَّ بِحَسَّانَ يَنْشُدُ فِي اَلْمَسْجِدِ  فَلَحَظَ إِلَيْهِ  فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَنْشُدُ  وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ  

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Umar (Bin Khothob) Radliyallaahu 'anhu melewati Hassan yang sedang bersyair di dalam masjid lalu ia memandangnya. Maka berkatalah Hassan : Aku juga pernah bersyair di dalamnya dan di dalamnya ada orang yang lebih mulia daripada engkau [Muttafaq Alaihi]

Hadits di atas menunjukkan pembelaan dirinya atas ketidak setujuan Umar atas syair yang ia bawakan di masjid. Hasan berargumen bahwa orang yang lebih baik dari Umar, maksudnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak mempermasalahkan apa yang telah ia lakukan. Bahkan dalam riwayat lain, Hasan meminta pembelaan kepada Abu Huroiroh yang saat itu ada di masjid dengan berkata :

أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ

Aku memohon kepada Alloh melalui dirimu, apakah engkau mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Berikan jawaban (dengan syair) untuk membelaku. Ya Alloh, berikan pertolongan untuknya melalui ruhul qudus (jibril) ?

Mendengar permintaan Hasan Bin Tsabit, Abu Huroiroh memberi kesaksian dengan berkata : Benar ! [HR Muslim, Ahmad, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban]

Dua hadits yang terkesan kontradiksi berkenaan larangan bersyair di masjid dan yang membolehkannya disimpulkan oleh Imam Shon’ani dengan berkata :

وَجُمِعَ بَيْنَهَا وَبَيْنِ حَدِيثِ الْبَابِ بِأَنَّ النَّهْيَ مَحْمُولٌ عَلَى تَنَاشُدِ أَشْعَارِ الْجَاهِلِيَّةِ وَأَهْلِ الْبَطَالَةِ وَمَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ غَرَضٌ صَحِيحٌ وَالْمَأْذُونُ فِيهِ مَا سَلِمَ مِنْ ذَلِكَ وَقِيلَ الْمَأْذُونُ فِيهِ مَشْرُوطٌ بِأَنْ لَا يَكُونَ ذَلِكَ مِمَّا يَشْغَلُ مَنْ فِي الْمَسْجِدِ

Dipadukan antara hadits yang melarang dan hadits yang ada pada bab ini, bahwa larangan yang dimaksud adalah mendendangkan syair-syair jahiliyyah dan ahli kebatilan dan syair apa saja yang tidak memiliki tujuan yang benar. Adapun yang dibolehkan adalah syair yang bersih dari itu semua. Ada juga yang berpendapat bahwa yang diizinkan disyaratkan untuk tidak membuat terganggu orang yang ada di masjid.

Maroji’ :

Subulussalam, Imam Shon’ani 2/44