Antara Analisa Fiqh Dan Sikap Waro’

Terkadang pertimbangan fiqih tidak selalu kita ikuti. Seorang  naik mimbar dengan mengenakan kaus dan tak berpeci lalu menyampaikan khutbahnya tentu syah bila rukun khutbah dipenuhi. Akan tetapi norma masyarakat akan mengatakan tidak pantas seorang penceramah dengan memakai atribut seperti itu. Memakai baju koko, bersongkok hitam dan tak lupa dengan sarungnya tentu akan lebih layak dan lebih nyaman untuk dilihat disamping kewibawaan khotib akan terjaga di hadapan jamaah.
Dalam kasus di atas berarti norma kepantasanlah yang dipakai. Dalam sebuah hadits dikisahkan :
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّهُ تَزَوَّجَ ابْنَةً لِأَبِي إِهَابِ بْنِ عَزِيزٍ فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّي قَدْ أَرْضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي تَزَوَّجَ فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ مَا أَعْلَمُ أَنَّكِ أَرْضَعْتِنِي وَلَا أَخْبَرْتِنِي فَرَكِبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ
Dari 'Uqbah bin Al Harits; bahwasanya dia menikahi seorang perempuan putri Ibnu Ihab bin 'Aziz. Lalu datanglah seorang perempuan dan berkata : Aku pernah menyusui 'Uqbah dan wanita yang dinikahinya itu. Maka 'Uqbah berkata kepada perempuan itu : Aku tidak tahu kalau kamu pernah menyusuiku dan kamu tidak memberitahu aku. Maka 'Uqbah mengendarai kendaraannya menemui Rasul shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah dan menyampaikan masalahnya. Maka Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : harus bagaimana lagi, sedangkan dia sudah mengatakannya. Maka 'Uqbah menceraikannya dan menikah dengan wanita yang lain [HR Bukhori, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i]
Bisa saja Uqbah menuntut kepada si wanita tua ini dengan banyak tuntutan : Saksi yang bisa memperkuat pernyataannya, kepastian usia menyusui (apakah kurang dari dua tahun atau lebih dari itu), jumlah isapan (lima kali atau kurang). Selanjutnya bisa saja Uqbah meneliti apakah wanita ini sudah pikun atau membenci dirinya sehingga mendorongnya untuk membuat pernyataan yang bertujuan membuyarkan kebahagiaannya dengan mengtatakan bahwa dirinya dan istrinya adalah saudara sepersusuan.
Kesemuanya dienyahkan dan dia lebih memilih sikap waro’ (kehati-hatian). Syaikh Mushthofa Albugho berkata mengomentari haditsn di atas : sesungguhnya Uqbah menceraikan istrinya atas dasar kehati-hatian bukan atas dasar hukum fiqih untuk memastikan kepastian persusuannya dan batalnya status pernikahannya. Karena ucapan satu orang wanita tidak bisa dijadikan sandaran untuk menetapkaan hukum.
Maroji’ :
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Bugho 1/433

Antara Kemaluan Dan Mulut

Keduanya adalah anggota tubuh yang berlubang. Dari keduanya terbuka pintu-pintu pahala sebagaimana tidak sedikit manusia terjerembab ke dalam neraka karenanya.
Mulut bisa dimanfaatkan untuk berdzikir, mengumandangkan adzan, memberi taushiyyah, amar ma’ruf nahi munkar dan mengucapkan kalimat laailaaha illallalloh di saat nyawa dicabut. Tapi jangan dilupakan bahwa dari mulut dua orang bersaudara bisa saling bermusuhan karena ghibah dan namimah. Manusia bisa sesat karena fatwa batil yang keluar dari ulama su’ (jahat). Bisa jadi seseorang yang mengeluarkan suara dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam justru mendapatkan kemurkaan dari Alloh karena dinilai menghidupkan amalan bid’ah.
Kemaluan juga tidak kalah dahsyatnya. Sesesorang harus mengakhiri hidupnya lewat rajam karena zina yang dilakukannya. Adzab yang menimpa kaum nabi Luth diakibatkan oleh penyimpangan sex yaitu pernikahan sejenis. Di sisi lain ketika kemaluan diletakkan pada tempatnya tentu akan mendatangkan kebaikan. Darinya seseorang terjaga iffahnya karena hasrat sudah tersalurkan dan tentu lahirnya anak-anak sholeh, bukankah berasal dari hubungan sex yang benar ?
Untuk inilah rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi wejangan kepada kita :
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali dia mendengar Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda : Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya aljannah [HR Bukhori, Ahmad dan Tirmidzi]
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ ........ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ فَقُلْتُ : بَلىَ  يَا رَسُوْلَ اللهِ . فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالِ : كُفَّ  عَلَيْكَ هَذَا. قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ، وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمَ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَهَلْ   يَكُبَّ النَاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ –أَوْ قَالَ : عَلىَ مَنَاخِرِهِمْ – إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ .  
Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : …….. Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu ?, saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka  [HR Tirmidzi]
 عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا  : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ .
Dari Abu Dzar radhiallahuanhu : bersabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam : …….. dan setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya ?, beliau bersabda : Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan dijalan yang haram, bukankah baginya dosa ?, demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala  [HR Muslim]




Antara Ruku’ Kita dengan Ruku’ Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam

Ada orang yang menunaikan sholat begitu cepat. Sholat dzuhur yang empat rokaat diselesaikannya kurang dari dua menit. Bisa saja itu dilakukannya karena terburu-buru dengan jadwal pesawat yang mepet atau itu memang sudah karakter hariannya, wal iyaadzubillaah ! Celakanya bila ditanyakan kepadanya “ Kenapa secepat itu sholat yang ia kerjakan ? Ia menjawab “ Saya sudah berpengalaman sholat selama tiga puluh tahun ! “. Berpengalaman menyetir mobil berpuluh tahun menyebabkan seseorang bisa ngebut adalah wajar, akan tetapi jika diqiyaskan dengan sholat tentu tidak akan sesuai. Justru semakin lama pengalaman seseorang terhadap sholatnya, tentu akan semakin khusyu dan tenang saat ia menghadap Alloh.
Sebagai perbandingan mari kita perhatikan bagaaimana rosululloh shollallohu alaihi wasallam menunaikan sholatnya :
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَامَ طَوِيلًا قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا مِنْ قِيَامِهِ
Dari Hudzaifah ia berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau mulai membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku' pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka'at. Namun (surat Al Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali Imran hingga selesai hingga beliau selesai membacanya. Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku'. Dalam ruku', beliau membaca : SUBHAANA RABBIYAL 'AZHIIM (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung). Dan lama beliau ruku' hampir sama dengan berdirinya. Kemudian beliau membaca : SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Maha Mendengar Allah akan orang yang memuji-Nya). Kemudian beliau berdiri dan lamanya berdiri lebih kurang sama dengan lamanya ruku'. Sesudah itu beliau sujud, dan dalam sujud beliau membaca: SUBHAANA RABBIYAL A'LAA (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi). Lama beliau sujud hampir sama dengan lamanya berdiri. Sementara di dalam hadits Jarir terdapat tambahan; Beliau membaca : SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANAA LAKAL HAMDU (Allah Maha Mendengar akan orang yang memuji-Nya, Ya Tuhan kami bagi-Mu segala puji [HR Muslim dan Nasa’i]
Berdasar hadits di atas, kita mendapat faedah yang berharga tentang sholat rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Beliau laksanakan begitu panjang. Terbukti rokaat pertama beliau membaca albaqoroh, annisa dan ali imron. Panjangnya surat merembet kepada pelaksanaan ruku dan sujudnya.
Lamanya beliau menunaikan sholat diiringi dengan penghayatan terhadap apa yang beliau baca, sebagaimana perkataan Khudzaifah “ Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan “
Mengomentari hadits di atas, Imam Nawawi berkata :
وفيه استحباب تطويل صلاة الليل
Diajurkannya memanjangkan  pelaksanaan sholat malam
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 6/67

Antara Mujahid Dan Mu’tazil

Mujahid adalah orang berjihad menghadapi musuh-musuh Alloh. Mu’tazil adalah orang yang melakukan uzlah, pergi ke hutan atau tempat sepi lainnya untuk menyelamatkan dinnya setelah melihat banyak kerusakan di muka bumi. Dirinya bisa mengukur diri, bila terus tinggal menetap di negerinya niscaya akan terseret arus maksiat. Keduanya bernilai ibadah sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ قَالُوا ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنْ الشِّعَابِ يَتَّقِي اللَّهَ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu bercerita kepadanya, katanya : Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakh manusia yang paling utama ? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Seorang mu'min yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab : Seorang mu'min yang tinggal diantara bukit dari suatu pegunungan dengan bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan manusia dari keburukannya  [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Nasa’i]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنْ خَيْرِ مَعَاشِ النَّاسِ لَهُمْ رَجُلٌ مُمْسِكٌ عِنَانَ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَطِيرُ عَلَى مَتْنِهِ كُلَّمَا سَمِعَ هَيْعَةً أَوْ فَزْعَةً طَارَ عَلَيْهِ يَبْتَغِي الْقَتْلَ وَالْمَوْتَ مَظَانَّهُ أَوْ رَجُلٌ فِي غُنَيْمَةٍ فِي رَأْسِ شَعَفَةٍ مِنْ هَذِهِ الشَّعَفِ أَوْ بَطْنِ وَادٍ مِنْ هَذِهِ الْأَوْدِيَةِ يُقِيمُ الصَّلَاةَ وَيُؤْتِي الزَّكَاةَ وَيَعْبُدُ رَبَّهُ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْيَقِينُ لَيْسَ مِنْ النَّاسِ إِلَّا فِي خَيْرٍ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Sebaik-baik kehidupan manusia adalah seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya dan bergegas untuk berjuang di jalan Allah, setiap kali mendengar suara musuh yang menakutkan atau sangat mengerikan, ia melompat ke atas punggung kudanya untuk mengharapkan kematian. Atau seorang laki-laki yang berada dalam kumpulan kambing yang berada di puncak gunung atau berada di pedalaman lembah ini, ia mendirikan shalat, menunaikan zakat dan beribadah kepada Rabbnya sampai menemui ajalnya, tidaklah ia menjadi manusia kecuali dalam kebaikan [HR Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Keduanya memiliki keistimewaan masing-masing, diantaranya :
1.       Mujahid farro ilaa (lari menyongsong musuh), mu’tazil farro min (lari menjauhi musuh)
2.       Keluarnya mujahid dari kampung halamannya  untuk berjihad adalah sikap yang lebih baik, sementara keberadaan seseorang di lingkungan yang rusak akan tetapi dapat menjaga imannya bahkan bisa mewarnai masyarakat adalah pilihan yang terbaik daripada keluar untuk melakukan uzlah.
3.       Keberadaan mujahid akan mengusik kebatilan, adapun perginya seorang mu’tazil dari kampungnya membuat kebatilan semakin merajalela tanpa ada orang yang merusak ketenangan mereka.
4.       Apa yang dilakukan mujahid dibenci oleh orang kafir. Pilihan mu’tazil untuk jauh dari hiruk pikuk dunia disukai oleh musuh-musuh Alloh.
5.       Apa yang dilakukan mujahid akan merusak lingkungan. Gedung-gedung akan hancur, jalan dan jembatan terputus dan lainnya. Sungguh pemandangan itu tidak akan terlihat dari mereka yang melakukan uzlah. Dengan kata lain, secara dzohir dunia akan aman bila tidak ada aktifitas jihad.
6.       Jihad adalah sinyal kekuatan umat islam. Sedangkan uzlah adalah tanda lemahnya.
7.       Amal mujahid bermanfaat bagi dirinya dan umat islam. Kesalehan mu’tazil hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.
8.       Orang yang berjihad memiliki sedikit waktu untuk beribadah. Mu’tazil akan memiliki banyak waktu untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Sunyinya pegunungan dan lembah membuat mereka berkesempatan untuk memperbanyak tilawah, sholat dan shoum sunnah dan ibadah lainnya yang tentu akan sulit ditiru mujahid karena sibuknya mereka menghadapi musuh yang terus mengancam. Kendati demikian mereka memiliki pahala ibadah yang sama yang dilakukan oleh mu’tazil sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ قَالَ فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ وَقَالَ فِي الثَّالِثَةِ مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
Dari Abu Hurairah dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, Amalan apakah yang (pahalanya) sebanding dengan jihad di jalan Allah ? beliau menjawab, Kamu tidak akan sanggup melakukannya. Orang itu bertanya lagi sampai dua atau tiga kali. Namun beliau tetap menjawab : Kamu tidak akan mampu melakukannya. Dan pada kali yang ketiga beliau bersabda : Perbandingan seorang mujahid fi sabilillah seperti orang yang berpuasa, mendirikan shalat dengan menjalankan ayat-ayat Allah dan ia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya, sehingga seorang Mujahid fi sabilillah Ta'ala tersebut pulang dari medan jihad [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Nasa’i]
9.       Apa yang dialami mujahid penuh dengan rintangan dan resiko. Bagi mu’tazil apa yang dilakukannya praktis tidak mendapat kendala sedikitpun.
10.   Jihad dan uzlah membentuk pelakukanya menjadi pribadi zuhud. Jauh dari ambisi terhadap dunia.
11.   Kematian mujahid berarti syahid dan kematian mu’tazil berarti husnul khotimah.
12.   Jasad mujahid tidak perlu dimandikan, dikafani dan tidak juga disholatkan. Orang yang mati dalam kondisi uzlah, jasadnya bikin repot. Dari dimandikan, dikafani dan wajib disholatkan. Keistimewaan lainnya bahwa mujahid tidak akan mendapat fitnah kubur, tidak merasakan sakitnya saat dicabut nyawa dan kebaikan lainnya yang tentu tidak dimiliki oleh mu’tazil.
13.   Mujahid yang telah syahid memiliki cita-cita kembali hidup untuk berjihad yang cita-cita itu tidak dimiliki mu’tazil :
عَنْ سَعِيد بْن الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْلَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لَا تَطِيبُ أَنْفُسُهُمْ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنِّي وَلَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُهُمْ عَلَيْهِ مَا تَخَلَّفْتُ عَنْ سَرِيَّةٍ تَغْزُو فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ
Dari Sa'id in Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya ada sebagian orang-orang yang beriman tidak baik hati mereka dengan tidak mau menggikutiku untuk berperang dan aku tidak mampu lagi untuk membawa mereka. Sungguh aku tidak akan pernah mau ketinggalan dari pasukan perang (untuk berperang) di jalan Allah. Dan demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh aku menginginkan untuk berperang lalu aku terbunuh di jalan Allah kamudian aku dihidupkan kembali lalu aku terbunuh kemudian dihidupkan kembali lalu terbunuh lagi kemudian aku dihiidupkan kembali lalu terbunuh lagi  [HR Bukhori dan Nasa’i]
14.   Amal mujahid akan terus mengalir, sedang pahala amal mu’tazil berhenti seiring dengan kematiannya :
عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يَنْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ الْقَبْرِ
Dari Fadhalah bin 'Ubaid, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Setiap orang yang meninggal ditutup amalannya kecuali mujahid atau orang yang berjaga-jaga dalam peperangan, sesungguhnya amalannya akan berkembang hingga Hari Kiamat, dan diberi keamanan dari para Malaikat yang memberikan ujian di Kubur [HR Abu Daud dan Tirmidzi]
15.   Seorang mujahid matanya akan senantaiasa terjaga untuk mengawasi gerak-gerik musuh demikian juga mata mu’tazil senantiasa terjaga saat bertaqorrub kepada Alloh dan ini akan menjadi perlindungan keduanya dari siksa neraka :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Ibnu Abbas ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ; Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bergadang untuk berjaga di jalan Allah [HR Tirmidzi]
16.   Mujahid mendapat pahala uzlah karena meninggalkan negerinya. Berbeda dengan mu’tazil yang hanya mendapat pahala uzlah tanpa pahala jihad.


Antara I’tikaf Kita Dengan I’tikaf Rosululloh shollallohu alaihi wasallam

Ibnul Qoyyim menerangkan bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bertemu dengan bulan romadlon sebanyak sembilan kali. Kesemuanya beliau lalui dengan i’tikaf di penghujung bulan. Hanya sekali beliau absen dari i’tikafnya. Itupun beliau qodlo pada bulan syawal. Pada tahun terakhir usia beliau, i’tikaf yang beliau laksanakan sebanyak dua puluh hari.
Muhammad seorang nabi, panglima perang, pimpinan umat di Madinah dan beristrikan sembilan orang. Sesibuk itu tidak menghalangi beliau untuk menunaikan i’tikaf. Bagaimana dengan kita ? Kita bukanlah panglima perang, bukan pula ketua RT dan istri kita hanya satu. Sungguh aneh manakala belum tercatat dalam sejarah “ kita pernah menunaikan i’tikaf “
Bila sibuk dijadikan alasan, bukankah rosululloh shollallohu alaihi wasallam lebih sibuk dari kita ? Ketika status karyawan dijadikan alasan, bukankah di setiap kantor ada fasilitas cuti ? Alangkah baiknya bila sesekali cuti dimanfaatkan untuk i’tikaf bukan untuk jalan-jalan bersama keluarga. Cukup sekali saja di umur hidup anda.
Maroji’ :
Zadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim 1/251 dan 279

Antara Aus Dan Khozroj

Keduanya adalah suku besar di kota Madinah. Saling bermusuhan yang menyulut perang “ Buats “ sehingga jatuh korban yang tidak sedikit. Ketika islam datang merekapun memeluknya. Permusuhan antar mereka hilang berubah ukhuwah.
Rupanya pemandangan indah ini tidak dikehendaki yahudi. Saat keduanya duduk-duduk penuh keakraban, datanglah Syasy Qois Alyahudi. Dengan retorikanya yang menarik, ia memprofokasi dengan membuka kembali lembaran kelam masa lalu. Dahsyatnya perang Buats dihembuskan sehingga memancing nostalgia antar keduanya. Dendam kesumat keduanya tersulut hingga merekapun berdiri untuk saling serang. Alloh dengan kasih sayangnya menurunkan taujih kepada mereka dengan diturunkannya ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ  وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
100. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
101. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus  [ali imron : 100-101]
Demikianlah ukhuwah, terkadang dingin, menghangat bahkan suatu saat akan memanas dan akhirnya reda kembali. Tidak selamanya berjalan mulus. Hanya berpegang teguh terhadap quranlah yang akan menjaganya
Maroji’ :
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi hal194


Antara Kurikulum Nasional Dan Kurikulum Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam

Tarbiyyah yang diterapkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam terhadap para sahabat menghasilkan generasi rodliyallohu anhum warodlu anhu (Alloh ridlo terhadap mereka dan merekapun ridlo kepada Alloh) sehingga menghantarkan mereka ke dalam aljannah :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar  [attaubah : 100]
Sementara kurikulum pendidikan yang dicanangkan pemerintah menghasilkan para koruptor, manusia sekuler yang tidak terlalu mengenal Alloh dengan baik dan sikap materealistik.
Alquran dan hadits sebagai panduan pendidikan para sahabat, sementara filsafat pancasila adalah pedoman pemerintah dalam mencetak generasi bangsa. Hasilnya sungguh mencengangkan, bagai bumi dan langit.
Dalam mendidik para sahabat, rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak mengejar target  selesainya materi pelajaran. Ilmu hanya akan ditambah bila pengetahuan sudah dikuasai dan diamalkan. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud :
كانوا إذا تعلّموا من النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم عشر ءايات لم يجاوزوها حتّى يتعمّلوا ما فيها من العلم والعمل قالوا فتعلّمنا القرءان زالعلم والعمل جميعا
Mereka para sahabat bila belajar dari nabi shollallohu alaihi wasallam membatasi pada sepuluh ayat saja dan mereka tidak pernah menambahnya hingga telah memadukan antara ilmu dan amal. Mereka berkata : maka kami belajar alquran, ilmu dan amal semuanya.
Dari sini bisa dilihat bahwa pembelajaran nabi shollallohu alaihi wasallam tidak mengenal kenaikan kelas. Murid nabi shollallohu alaihi wasallam tidak dibebani dengan target selesainya kurikulum. Bagi yang lemah imannya, beliau hanya membebani materi ringan dan tidak berbelit dan terkesan mudah. Yang penting ilmu sedikit mampu diamalkan dengan baik sebagaimana dua riwayat di bawah ini :
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu berkata : ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda kepadanya :
"إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله - وفي رواية : إلى أن يوحدوا الله -، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب"
“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah – dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”-, jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan pada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya  dan Allah [HR. Bukhori dan Muslim]
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ
Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiallahuanhuma : Seseorang bertanya kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata : Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan saya tidak tambah sedikitpun, apakah saya akan masuk surga ?. Beliau bersabda : Ya  [HR Muslim]
Ciri khas lainnya dari tarbiyyah beliau adalah penghargaan diberikan berdasarkan amal bukan prestasi akademik :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdo'a kepada Allah, pasti Allah akan mengambulkannya  [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Abu Daud]
Sementara  kurikulum yang membelenggu kita sejak kecil di negeri ini memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan apa yang telah diterapkan oleh nabi kita. Diantaranya :
·         Pengejaran target materi yang harus diselesaikan dalam waktu yang telah digariskan
·         Prestasi akademik yang dikejar. Akhlaq dan mental bukan barometer keberhasilan pengajaran. Dari sini muncullah bimbel (bimbingan belajar) yang sangat diminati oleh murid dan orang tua demi mengejar prestasi.
·         Adanya keseragaman kurikulum bagi seluruh daerah. Wilayah yang masih terbelakang kemajuannya disamakan dengan kota-kota besar yang sudah mapan dan canggih.
·         Banyak ketimpangan sosial. Sekolah elit yang memiliki fasilitas lengkap yang hanya bisa dihuni oleh orang tua yang berduit. Di sisi lain anak-anak orang kaya yang terbiasa bergaul dengan sesama orang kaya tidak pernah melihat teman-temannya yang miskin. Pemandangan yang lain adalah perlombaan unjuk kekayaan sesama mereka.
Walhasil, sampai kapan bangsa Indonesia mau bertaubat ?

Maroji’ :
Mabahits Fi Ulumil Quran, Syaikh Manna’ul Qothon hal 10

Antara Almasih Addajjal Dan Isa Almasih

Almasih adalah gelar yang disematkan untuk dajjal dan Isa alaihissalam. Alloh ciptakan dajjal sebagai sumber malapetaka akhir zaman, sementara Isa dipersiapkan Alloh untuk menebar kemakmuran di dunia. Di tangan Isalah Dajjal akhirnya binasa. Tentu penyematan Almasih bagi keduanya memiliki arti yang berbeda.
Sebelum memahami kata almasih bagi keduanya, terlebih dahulu kita perlu mengetahui informasi tentang profil keduanya yang diungkapkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam
 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرَانِي لَيْلَةً عِنْدَ الْكَعْبَةِ فَرَأَيْتُ رَجُلًا آدَمَ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنْ أُدْمِ الرِّجَالِ لَهُ لِمَّةٌ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنْ اللِّمَمِ قَدْ رَجَّلَهَا فَهِيَ تَقْطُرُ مَاءً مُتَّكِئًا عَلَى رَجُلَيْنِ أَوْ عَلَى عَوَاتِقِ رَجُلَيْنِ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ فَسَأَلْتُ مَنْ هَذَا فَقِيلَ هَذَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ثُمَّ إِذَا أَنَا بِرَجُلٍ جَعْدٍ قَطَطٍ أَعْوَرِ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّهَا عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ فَسَأَلْتُ مَنْ هَذَا فَقِيلَ هَذَا الْمَسِيحُ الدَّجَّالُ
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Pada suatu malam aku bermimpi di sisi Ka'bah, aku melihat seorang lelaki berkulit sawo matang, sebagaimana kamu pernah melihat seorang lelaki tampan berkulit sawo matang, dia berambut ikal sebagaimana kamu pernah melihat seorang lelaki tampan berambut ikal. Dia menguraikan rambutnya yang masih basah. Dia bersandar kepada dua orang atau kepada bahu dua orang sambil melakukan Tawaf di Baitullah. Lalu aku bertanya, Siapakah lelaki ini ?  Ada yang menjawab, Dia adalah al-Masih bin Maryam. Kemudian tiba-tiba aku di dekat seorang lelaki berambut keriting, mata kanannya buta seperti buah anggur yang masak ranum (maksudnya matanya keluar). Lalu aku bertanya, Siapa pula lelaki ini ?' Ada yang menjawab, 'Dia adalah al-Masih Dajjal  [HR Bukhori Muslim]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَأَيْتُ عِنْدَ الْكَعْبَةِ رَجُلًا آدَمَ سَبِطَ الرَّأْسِ وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى رَجُلَيْنِ يَسْكُبُ رَأْسُهُ أَوْ يَقْطُرُ رَأْسُهُ فَسَأَلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالُوا عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ أَوْ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ لَا نَدْرِي أَيَّ ذَلِكَ قَالَ وَرَأَيْتُ وَرَاءَهُ رَجُلًا أَحْمَرَ جَعْدَ الرَّأْسِ أَعْوَرَ الْعَيْنِ الْيُمْنَى أَشْبَهُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ ابْنُ قَطَنٍ فَسَأَلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالُوا الْمَسِيحُ الدَّجَّالُ
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Aku melihat di sisi Ka'bah seorang laki-laki sawo matang, rambut terurai dalam keadaan meletakkan kedua tangannya pada dua orang laki-laki. Kepalanya mengucurkan atau meneteskan air, maka aku bertanya, Siapakah orang ini ?  Mereka menjawab, 'Isa putra Maryam atau al-Masih bin Maryam -Kami tidak mengetahui yang mana perkataan beliau itu. Beliau bersabda lagi : Dan aku melihat di belakangnya seorang laki-laki berkulit merah, berambut keriting, buta sebelah kanan mirip orang yang pernah aku lihat, Ibnu Qathan. Lalu aku bertanya, 'Siapakah ini ?  Mereka menjawab, 'Al-Masih ad-Dajjal  [HR Bukhori Muslim]
Kedua hadits di atas menerangkan sisi perbedaan antara Isa dan Dajjal. Secara fisik, Isa memiliki ciri : berkulit sawo matang, berparas tampan dan berambut ikal. Adapun Dajjal berkulit merah, berambut keriting dan buta sebelah.
Adapun almasih yang tersemat di keduanya menurut bahasa bisa bermakna : mengusap, menggosok dan menghapus. Imam Nawawi merinci sebagai berikut :
Untuk nabi Isa diberi gelar almasih karena :
·         Tidaklah nabi Isa mengusap orang yang sedang sakit kecuali akan sembuh
·         Terhapus bagian bawah telapak kakinya sehingga tidak berisi (rata)
·         Keluar dari perut ibunya dalam keadaan sudah tergosok atau terolesi minyak wangi
·         Diusap dengan keberkahan saat lahir
·         Alloh menciptakannya dalam keadaan bentuk yang indah
Untuk dajjal, diberi gelar almasih karena matanya yang terhapus sehingga buta sebelah
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 2/232

Antara Albaitul Harom, Albaitul Atiq Dan Albaitul Abyadl

Albaitul Harom dan Albaitul Atiq adalah nama lain dari masjidil harom yang sering diungkapkan dalam alquran dengan kata  “ albait “  tanpa menyertakan harom dan atiq. Albait ada pemiliknya, tidak lain adalah Alloh. Dalam surat alquraisy disebut robba haadzal bait. Kaum quraisy diperintah untuk beribadah kepada Alloh Rob “ Albait “ :
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
Maka beribadahlah kepada Robba haadzal bait (Pemilik rumah ini, yaitu masjidil harom) [alquraisy : 3]
Dengan datangnya islam, semenjak fathu Makkah merekapun tunduk dan patuh kepada Alloh. Demikian juga umat islam di berbagai belahan dunia, seiring dengan tersiarnya dakwah  islam.
Di saat umat islam kehilangan induknya yang bernama khilafah islamiyyah, duniapun ada di bawah genggaman orang kafir. Amerikalah pemegang kendalinya. Tidak ada satupun negeri kecuali selalu dalam campur tangan negara ini. Tak terkecuali negeri-negeri muslim terutama yang berada di jazirah Arab. Berapa banyak pangkalan militer  Amerika berdiri di tanah Arab atas sepengetahuan dan restu para raja-raja Arab. Ekonomi, politik dan kurikulum pelajaranpun tak selamat dari pengaruh mereka.
Akankah ayat :
 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
 berubah menjadi :
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الأَبْيَضِ
Mereka beribadah kepada pemilik rumah putih ini (white house, gedung putih)
Wal iyaadzu billaah, semoga Alloh menjaga kita dari keburukan mereka.