Sebab Meninggalkan Negeri

                                                                              Albait Dalam Alquran (55)           
Ibnul Arobi membagi motifasi perginya seseorang dari negeri menjadi dua
Pertama : Haroban (melarikan diri), diantara contohnya adalah :
·         Keluar dari darul harbi (negeri kafir yang wajib diperangi) menuju darul islam (negeri islam)
·         Keluar dari negeri bid’ah hal ini berdasar firman Alloh
Imam Malik berkata : tidak boleh tinggal di negeri yang di dalamnya assalaf dicela
·         Keluar dari negeri yang mana perbuatan haram mendominasi
·         Keluar dari negeri karena menghindar dari gangguan fisik
Seperti yang dilakukan oleh Ibrohim dan Musa setelah membunuh pemuda Mesir
·         Keluar dari negeri yang sedang menjangkit penyakit menular
·         Keluar karena melarikan diri dari gangguan harta sementara harta seorang muslim sebanding dengan mulia darahnya
Kedua : Tholab (mencari), diantara contohnya adalah :
·         Mencari pelajaran. Hal ini berdasar firman Alloh :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) [yusuf : 109]
·         Pergi jihad
·         Pergi karena mencari rezki
·         Menuntut ilmu
·         Keinginan menetap di bumi yang mulia
·         Mengunjungi saudara karena Alloh
·         Pergi ke darul harbi
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 314-315

Hijroh Meninggalkan Rumah Karena Motifasi Dunia

Albait Dalam Alquran (54)
Para sahabat, dengan penuh keikhlasan berangkat menuju Madinah untuk menunaikan perintah Alloh dan rosulNya. Rupanya dari sekian rombongan, ada terselip dalam hatinya niat untuk mendapatkan dunia dan ada pula karena mengejar wanita idamannya.
Ibnu Daqiqil Ied berkata : Ada seorang berhijrah dari Mekah ke Madinah dengan tujuan menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qois. Ia tidak berharap fadhilah hijrah yang dijanjikan oleh Alloh hingga ia mendapat julukan Muhajiru Ummu Qois (orang yang berhijrah karena termotifasi Ummi Qois)
Untuk inilah rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ  إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan  [HR Bukhori Muslim]
Maroji’ :
Syarh Riyadlush Sholihin, Ibnu Daqiqil Ied hal 30



Kedudukan Orang-Orang Yang Tidak Sampai Hijrahnya

Albait Dalam Alquran (53)
Hubaib bin Dalomroh yang sudah sepuh meminta anaknya agar dipapah hingga Madinah. Ketika sudah sampai Tan’im, ia berada di ujung kematian. Iapun meletakkan tangan kanannya atas tangan kiri seraya berkata : Ya Alloh, ini untukmu dan ini untuk rosulmu. Aku berbaiat kepadamu sebagaimana aku pernah berbaiat dengan tangan rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Akhirnya ia mati secara terpuji. Peristiwa itu sampai kepada para sahabat, hingga mereka berkata : Seandainya ia sampai tiba di Madinah, pasti pahalanya lebih sempurna. Allohpun menurunkan ayat :
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  [annisa’ : 100]
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 311


Manfaat Hijrah

Albait Dalam Alquran (52)
Tentang hijroh dari Mekah ke Madinah, rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
أمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى
Aku diperintahkan untuk berpindah dari satu negeri (Mekah) menuju negeri lain (Madinah) yang nantinya negeri itu akan menaklukkan negeri-negeri lain  [HR Bukhori Muslim]
Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad Al Abbad Albadr berkata : yang dimaksud dengan ta’kulu quro (menaklukkan negeri lain) adalah kemenangan atasnya dan kemenangan dengan penaaklukkan negeri lain. Bisa juga ditafsirkan dengan hasil ghonimah yang diperoleh lewat jihad fi sabilillah. Keduanya, yaitu kemenangan dan ghonimah telah diraih oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Perang badar yang penuh berkah, perang Mu’tah yang dipimpin oleh Kholid bin Walid dan Fathu Mekah, kesemuanya dimulai dari Madinah.
Penaklukkan negeri Mesir oleh Amru bin Ash dan keberhasilan menggulingkan kekuasaan Persi pada perang Qodisiyyah yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqosh, kesemuanya bisa kita lihat, pasukannya diberangkan dari Madinah.
Inilah sebagian dari manfaat hijrah. Hikmah yang lainnya adalah sebagaimana yang diterangkan oleh Alloh dalam quran :
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً  
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini murooghoman (tempat hijrah yang Luas) dan sa’ah (kelausan rezki yang banyak). [annisa’ : 100]
Ayat ini menjanjikan dua manfaat hijrah, yaitu :
·         Murooghoman
Ibnu Asyur mentafsirkan makna murooghoman dengan : tempat yang mampu dijadikan sarana membinasakan orang yang pernah memusuhi. Makna ini selaras dengan hadits yang sudah dibahas di awal.
·         Sa’ah (keluasan)
Penulis zadul masir menerangkan bahwa maknanya adalah keluasan rizki dan kekuasan untuk menampakkan addin.
Kedua manfaat ini sudah terbukti. Madinah merupakan basis kemenangan umat islam dan dari sanalah rezki umat islam melimpah.
Maroji’ :
Fadhlul Madinah Wa adaabu suknaaha Waziyarotiha, Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad Al Abbad Albadr hal 11
Tafsir Ibnu Asyur (maktabah syamilah)
Tafsir Zadul Masir (maktabah syamilah)


Kesedihan Para sahabat Dan Rosululloh Saat Meninggalkan Mekah

Albait Dalam Alquran (51)
وَالله إنَّكَ لَخَيْرَ أرْضِ الله وَأحَبُّ أرْضِ الله إلَى الله وَلَوْلاَ أنِّى أُخْرِجْتُ مَا خَرَجْتُ
Demi Alloh, sesungguhnya engkau wahai Mekah adalah sebaik-baik bumi Alloh, bumi yang paling dicinta dicintai Alloh. Seandainya aku tidak diusir darimu, sungguh aku tidak akan keluar  [HR Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Inilah penggalan kata-kata rosululloh shollallohu alaihi wasallam saat pergi meninggalkan rumah untuk berhijrah ke Madinah. Sebagian sahabat yang sudah tiba di Madinah, muncul kesedihan akibat berpisah dengan tanah kelahirannya. Tak sedikit di antara mereka yang terserang demam malaria. Di antaranya adalah Bilal bin Robah. Dengan penuh kesedihan dan dalam kondisi sakit, Bilal bersyair :
Amboi, mungkinkah aku dapat bermalam sehari saja
Di lembah dan di sekitarku ada idzkhir dan jalil (dua gunung di Mekah)
Adakah suatu hari nanti, aku dapat mengambil airnya yang memabukkan
Dan apakah aku akan melihat lagi, Syamah dan Thufail
Tak ketinggalan, Abu Bakar Ash Shiddiq mengungkapkan kerinduannya pada Mekah :
Setiap orang selalu berpagi-pagi di antara keluarganya
Padahal kematian lebih dekat dari tali kasutnya
Teringat keluarga, teringat kampung halaman, teringat dengan orang-orang yang dicintainya
Kampung halaman itu telah membuat putra-putra negeri mencintainya
Sebab mereka telah menghabiskan seluruh hajatnya di sana itu
Maroji’ :
Hijrah dan I’dad, Syaikh Abdulloh Azzam hal 16-17

Hijroh, Meninggalkan Rumah Dan Hukumnya

Albait Dalam Alquran (50)
Hijroh dari negeri kafir menuju negeri muslim hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan sabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
أنَا بَرِيئٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ أظْهُرِ الْمُشْرِكِيْنَ
Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik  [HR Abu Daud dan Tirmidzi]
مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ
Barangsiapa berkumpul bersama dengan orang musyrik dan tinggal dengan mereka maka ia adalah sama dengan mereka  [HR Abu Daud]
لاَتُسَاكِنُوا الْمُشْرِكِيْنَ وَلاَ تُجَامِعُوْهُمْ فَمَنْ سَاكَنَهُمْ أوْ جَامَعَهُمْ فَلَيْسَ مِنَّا
Jangan tinggal dengan orang musyrik dan jangan pula berkumpul bersama mereka. Barangsiapa tinggal dan berkumpul bersama mereka maka bukan dari golongan kami [HR Hakim]
Hasan bin Sholih berkata : barangsiapa tinggal di negeri musuh, sementara ia mampu berpindah ke negeri muslim dan tidak ia lakukan maka hukum yang berlaku baginya adalah hukum orang-orang musyrik. Bila kafir harbi masuk islam lalu ia tetap tinggal di negerinya padahal ia mampu untuk keluar darinya, maka ia dinilai bukan muslim. Dia dikenakan hukum sebagaimana orang kafir harbi dalam harta dan jiwanya.
Sejarah membuktikan kaedah di atas. Ketika perintah hijrah diturunkan, dengan berat dan ringan, para sahabat pergi meninggalkan negerinya. Akan tetapi tidak sedikit, yang enggan dan tetap tinggal di Mekah. Pada saat perang badar meletus, kaum kafir quraisy memaksa kaum muslimin yang ada di Mekah untuk masuk front kafir. Tentu paksaan ini di bawah ancaman.
Apa yang terjadi selanjutnya ? Para sahabat Madinah tidak mengetahui bahwa dalam front kafir ada sejumlah saudara-saudaranya seiman. Perang usai, didapati mereka terbunuh dan sebagian tertawan.
Kesedihan para sahabat dijawab oleh Alloh :
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan mendzalimi diri sendiri (karena tidak berhijrah sehingga masuk front kafir di bawah paksaan), (kepada mereka) Malaikat bertanya : Dalam Keadaan bagaimana kamu ini ?. mereka menjawab : Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah). Para Malaikat berkata : Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?. orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali  [annisa’ : 97]
Sementara yang tertawan, tetap dikenakan hukum tawanan, artinya mereka wajib menebus diri mereka dengan uang tebusan bila menginginkan kebebasan. Ibnu Katsir meriwayatkan dialog antara rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan pamannya, Abbas bin Abdul Muthollib yang tertawan :
Abbas berkata : ya rosulalloh, bukankah aku seorang muslim ? beliau menjawab : Alloh lebih mengetahui keislamanmu. Bila engkau sebagaimana yang engkau katakan, maka Alloh akan membalasmu, akan tetapi secara dzohir engkau berada di bawah tawanan kami. Tebuslah dirimu dan kedua anak saudaramu Naufal bin Harits bin Abdul Muthollib dan Aqil bin Abi Tholib bin Abdil Muthollib serta sekutumu Utbah bin Amru dan saudara bani Harits bin Fihr.
Abbas berkata : Apa yang aku miliki ya rosulalloh ? Beliau bersabda : Mana hartamu yang engkau dan Ummu Fadl pendam ? Bukankah engkau pernah berkata : Bila aku mendapat keuntungan dalam safarku ini maka harta yang aku pendam ini untuk bani Fadl dan Abdulloh bin Waqutsam. Akhirnya, Abbas menebus dengan membayar 20 uqiyyah.
Maroji’ :
Alwala’ Walbaro’ Fil Islam, Syaikh Muhammad bin Said Salim Alqohthoni hal 272
Almishbah Almunir Fitahdzib Tafsir Ibni Katsir hal 550

Pengepungan Rumah Yahudi Bani Nadzir

Albait Dalam Alquran (49)
Yahudi Bani Nadzir merancang pembunuhan terhadap diri rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Saat beliau duduk, mereka hendak menimpakan batu penggiling. Jibril menurunkan wahyu kepada beliau sehingga nabi shollallohu alaihi wasallam segera beranjak dari tempat itu.
Itulah satu dari sekian banyak pengkhianatan yahudi terhadap islam. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam  mengutus Muhammad bin Maslamah untuk menemui mereka dan mengatakan “ Tinggalkan Madinah dan jangan hidup bertetangga dengan kami. Kuberi tempo sepuluh hari. Siapa yang masih kutemui setelah itu, maka akan aku penggal lehernya ! “
Nyali mereka ciut sehingga mereka berkemas untuk meninggalkan Madinah. Tiba-tiba datang Abdullah bin Ubay memotifasi mereka untuk tidak gentar terhadap ancaman. Abdullah bin Ubay menjanjikan bala bantuan. Janji Abdullah bin Ubay diabadikan oleh Alloh dalam surat alhasyr :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ  لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ
11. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab : Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya Kamipun akan keluar bersamamu; dan Kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti Kami akan membantu kamu. dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.
12. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan Sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; Sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan  [alhasyr : 11-12]
Kepercayaan diri Yahudi bani nadzir bangkit, merekapun siap melakukan perlawanan. Ketika pasukan kaum muslimin datang, mereka bertahan di benteng-benteng sambil menunggu bala bantuan. Namun apa yang mereka harapkan tidak kunjung datang. Keberadaan mereka di dalam benteng dan tidak ada yang berani keluar darinya dikomentari oleh Alloh :
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
Mereka tidak akan memerangi kamu dalam Keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang demikian itu karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti [alhasyr : 14]
Sambil mengepung, umat islam menebang pepohonan korma yang merupakan sumber mata pencaharian utama mereka. Tak lama setelah itu, akhirnya mereka menyerah dan siap pergi meninggalkan Madinah.
Dari pengepungan ini, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyita 50 baju besi, 50 topi baja dan 340 pedang. Keberhasilan umat islam difirmankan oleh Alloh :
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan  [alhasyr : 2]
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 357
Arrohiq Almakhthum, Syaikh Shofiyurrohman Almubarokfuri hal 347-349


Penghancuran Rumah Kaum Tsamud

Albait Dalam Alquran (48)
وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آَلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
Dan ingatlah olehmu di waktu Alloh menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan  [al a’rof : 74]
وَكَانُوا يَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا آَمِنِينَ
Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman  [alhijr : 82]
وَتَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا فَارِهِينَ
Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin  [asy syu’aro : 149]
فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَا ظَلَمُوا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Maka Itulah rumah-rumah mereka dalam Keadaan runtuh disebabkan kezaliman mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui  [annaml : 52]
Empat ayat di atas menerangkan tentang kaum Tsamud dan keahlian mereka dalam membuat rumah di gunung dengan memahatnya, satu keistimewaan yang belum pernah diraih oleh kaum-kaum sebelumnya. Mereka membangunnya dengan perasaan aman. Para ahli tafsir menerangkan makna aman, diantaranya :
·         Aman dari gangguan pencuri, musuh dan bencana alam.
·         Aman dari adzab Alloh dimana mereka mengira rumah akan menjadi pelindung.
·         Aman dari kematian.
·         Aman dari hukuman akhirat.
Karena kedzaliman yang mereka perbuat menyebabkan Alloh menurunkan adzab kepada mereka. Ibnu Abbas berkata :
أجِدُ فِى كِتَابِ الله تَعَالَى أنَّ الظُّلْمَ يُخْرِبُ الْبُيُوْتَ وَتَلَا هذِهِ الأية
Aku mendapati dalam kitabulloh, kedzaliman menyebabkan dihancurkannya rumah-rumah. Lalu dia membacakan ayat di atas.
Apa kesombongan yang mereka lakukan ? Yang pertama, bangga dengan keahlian duniawi. Gunung yang begitu kokoh mereka taklukkan dengan memahatnya. Yang kedua, meremehkan dakwah nabi Sholih alaihissalam. Yang ketiga, membunuh onta yang merupakan mu’jizat nabi Sholih alaihissalam.
Demikianlah, rasa bangga dengan bangunan menjadi hijab keimanan, maka rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengingatkan :
وَإذَاتَطَاوَلَ رِعَاءُ الْبَهْمِ فِى الْبُنْيَانِ فَذَاكَ مِنْ أشْرَاطِهاَ
Bila pengembala kambing berlomba-lomba membuat bangunan, maka itulah salah satu tanda hari kiamat  [HR Muslim]
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 346

Baitunnahl (Rumah Laba-Laba)

Albait Dalam Alquran (47)
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Dan Robmu mewahyukan kepada lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia  [annahl : 68]
Ayat di atas menerangkan kepada kita tentang tiga macam rumah lebah, yaitu : Rumah yang ada di bukit-bukit, pepohonan dan rumah manusia.Sarang lebah selalu berbentuk persegi enam. Kenapa ?
Yang pertama ialah bentuk heksagonal atau segi enam yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan madu. Setelah melalui penelitian panjang, para ahli matematika menyimpulkan bentuk inilah yang paling optimal sebagai tempat penyimpanan madu, dilihat dari segi efektivitas ruang yang terbentuk dan bahan yang digunakan untuk membuatnya.
Bentuk heksagonal yang simetris, jika digabungkan akan menghasilkan kombinasi ruang guna yang sempurna, yaitu tidak menghasilkan ruang-ruang sisa yang tak berguna, seperti jika ruang-ruang yang berpenampang lingkaran atau segilima. Lebih jauh, bentuk ruang dengan penampang segitiga atau segiempat bisa jadi juga menghasilkan kombinasi yang optimal. Walaupun demikian, bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat bentuk-bentuk ini ternyata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk membuat bentuk ruang dengan penampang heksagonal. Ruang penyimpanan berbentuk heksagonal, ternyata membutuhkan bahan baku lilin paling sedikit, dengan daya tampung terbesar.
Dilihat dari aspek ekonomi bangunan, lebah telah memberi contoh kepada manusia tentang optimalisasi biaya tanpa mengurangi nilai estetika bangunan. Suatu pelajaran yang sangat patut dikagumi dari makhluk mungil ini, yang membangun sarangnya

Hal kedua yang juga menakjubkan dari sarang lebah, adalah keteraturan sudut yang sangat akurat. Setiap rongga dibangun dengan kemiringan tiga belas derajat, dengan bagian yang lebih rendah berada di dalam. Sudut-sudut ini selalu berulang dengan tingkat akurasi yang sempurna. Dengan demikian, madu yang disimpan tidak akan mengalir ke luar.
Dari segi kekuatan, sarang lebah yang menggantung dan tampak rentan terhadap kerusakan ini, sebenarnya memiliki kekuatan yang besar. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan sarang itu untuk menahan beban beratus-ratus lebah, sekaligus menampung madu di dalam setiap rongganya. Dengan demikian, sistem perekatan yang digunakan untuk menggantung sarang di tempat-tempat yang tinggi pun memiliki tingkat kekokohan yang tinggi.
Lebih jauh, kita dapat menemukan hal yang menakjubkan dari teknik lebah dalam bekerja sama membangun sarangnya. Lebah-lebah itu memulai membangun sarang dari beberapa titik yang berbeda. Mereka membentuk kelompok kerja yang bekerja dari tempat-tempat yang berbeda, sampai akhirnya kantung-kantung heksagonal yang terbentuk bertemu di tengah-tengah, dengan tingkat ketepatan yang sempurna.
Pada sarang lebah kita juga dapat menemui penerapan dari berbagai prinsip estetika atau keindahan. Simetrisitas yang terdapat dalam pengaturan komposisi geometris pada sarang lebah memberikan kesan keseimbangan yang sangat kuat secara keseluruhan. Penggunaan bentuk-bentuk heksagonal yang berapit secara sempurna menghasilkan kesatuan desain yang diperoleh melalui perulangan-perulangan yang teratur. Di balik bentuknya yang sederhana, kita dapat melihat kerumitan yang terdapat dalam setiap detail pembuatannya, berupa presisi ukuran yang sangat sempurna, keteraturan perletakan dan ketepatan pemilihan bentuk dan komposisi.
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 378
Yahoo.com


Baitul Ankabut (Rumah Laba-Laba)

Albait Dalam Alquran (46)
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui  [al ankabut : 41]
Ditinjau dari segi rajutan, maka sarang laba-laba adalah sesuatu yang menakjubkan. Susunannya rapi, tipis, akan tetapi dengan mudah serangga yang lebih besar dari laba-laba akan terjerat dan tidak bergerak sehingga dengan mudah si pemilik akan memangsanya.
Ayat di atas menganalisa sarang laba-laba dari tinjauan rumah. Rumah akan nyaman sebagai tempat tinggal manakala ada atap yang memayungi penghuninya dari hujan dan sinar matahari. Iapun harus memiliki tiang sebagai penyangga atap dan dinding yang menutupi aurot orang yang tinggal di dalamnya. Disamping itu, dinding juga merupakan pelindung dari marabahaya. Angin, pencuri, binatang buas dan lainnya.
Rupanya ketiga komponen ini tidak ada pada sarang laba-laba. Mungkinkah kita hidup nyaman di dalam rumah yang berbentuk sarang laba-laba ? Itulah perumpaan orang-orang yang menyandarkan hidupnya pada sesembahan selain Alloh yang tidak bisa mendatangkan manfaat, tidak pula madlorot.
Ketika sarang laba-laba dinilai oleh Alloh sebagai rumah yang paling rapuh, ternyata kehidupan keluarga laba-laba juga demikian. Tidak ada persaudaraan, tidak pula ada kecintaan. Yang ada hanya kegersangan. Hal ini bisa dilihat pada hubungan sex antar mereka. Laba-laba betina yang berkuasa di sarangnya, memiliki tubuh lebih besar dari pejantan. Si betina memancing pejantan untuk memasuki sarangnya. Setelah itu terjadilah hubungan badan. Peristiwa selanjutnya adalah si betina akan memangsa si pejantan hingga mati.
Lain halnya dengan tauhid, Alloh perumpamakan dengan ikatan yang kokoh yang tidak lepas. Alloh berfirman :
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus [albaqoroh : 256]
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 384


Baitan Fil Jannah

Albait Dalam Alquran (45)
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata :  Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di dalam aljannah, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim  [attahrim : 11]
Ketika Musa mengalahkan tukang sihir, Asiyah istri Firaun menyatakan keislamannya. Rupanya Firaun murka sehingga mengikat kaki dan tangannya di empat tiang besi. Selanjutnya Firaun memberi intruksi agar ditimpakan batu besar pada tubuhnya. Saat itulah Asiyah berdoa dengan empat permintaan, yaitu :
·         Mendapat rumah di dalam aljannah
·         Diselamatkan dari Firaun dan perbuatannya (kekufuran yang berupa ibadah kepada selain Alloh)
·         Diselamatkan dari kaum dzolim
Allohpun mengabulkannya. Ketika Firaun akan menimpakan batu besar, Alloh angkat ruhnya sehingga saat batu jatuh, menimpa tubuhnya yang sudah tidak memiliki ruh.
Demikianlah, rumah di dalam aljannah membuat dirinya mantap untuk melupakan rumah istananya bersama Firaun. Karena aljannah bersifat abadi, sementara istana megah yang dibangun di atas dasar kekufuran hanya bisa dinikmati sesaat dan akan menjadi kesengsaraan yang tidak berakhir di akhirat.
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 319-320


Baitul Hamdi

Albait Dalam Alquran (44)
عن أبي موسى رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال إذا مات ولد العبد قال اللَّه تعالى لملائكته قبضتم ولد عبدي؟ فيقولون نعم  فيقول قبضتم ثمرة فؤاده؟ فيقولون نعم فيقول فماذا قال عبدي؟ فيقولون  حمدك واسترجعك، فيقول اللَّه تعالى  ابنوا لعبدي بيتاً في الجنة وسموه بيت الحمد
Dari Abu Musa rodliyallohu anhu : Bahwasanya rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila anak seorang hamba mati, Alloh berfirman kepada malaikat : Apakah engkau sudah cabut nyawa anak dari seorang hambaKu ? Mereka menjawab : Benar! Alloh berfirman : Kalian cabut buah hatinya ? Mereka menjawab : Benar ! Alloh berfirman : Apa yang diucapkan hambaKu ? Mereka berkata : Ia memujimu dengan mengucapkan Alhamdulillah dan istirja’ (mengucapkan innaalillaahi wainnaa ilaihi rooji’un). Alloh Ta’ala berfirman : Bangunkan buat hambaKU satu rumah di dalam aljannah dan berikan nama “ Baitul Hamdi “  [HR Tirmidzi]
Hadits di atas adalah dialog antara Alloh dengan malaikat. Alloh sebagai pihak penanya, sedang malaikat adalah kelompok penjawab. Bukan berarti Alloh tidak mengetahui apa yang terjadi.
Pada hadits itu Alloh menyebut anak sebagai tsamrotu fuaad (buah hati), karena anak adalah hasil dari seorang bapak, sebagaimana buah adalah hasil dari sebuah tanaman. Yang menarik dari hadits ini adalah ucapan orang tua di saat mengetahui kematian anaknya, yaitu Alhamdulillah dan innaalillaahi wainnaa ilahi rooji’un. Ia adalah dua kalimat yang menggabungkan antara syukur dan sabar. Sungguh mencari orang bersabar ketika musibah menimpa adalah sangatlah mudah. Akan tetapi mendapati orang yang masih mampu bersyukur dengan penderitaan adalah sesuatu yang sulit untuk ditemui.
Ketika alhamdu diucapkan orang tua untuk menyikapi kematian puteranya, maka Alloh bangunkan untuknya rumah bernama alhamdu. Aljaza’ minjinsil amal (balasan, Alloh sesuaikan dengan perbuatan)
Maroji’ :
Tuhfatul Ahwadzi,  Abul Ula Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Almubarokfuri 3/456


Kapan Wanita Dikeluarkan Dari Rumah Iddah ?

Albait Dalam Alquran (43)
ياأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru  [ath tholaq : 1]
Ayat ini menerangkan bahwa bila wanita yang berada dalam rumah iddah melakukan perbuatan fakhisyah yang terang, maka ada hak bagi suami untuk mengusirnya. Apa yang dimaksud dengan fakhisyah mubayyinah ?
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi menyebut : perbuatan zina, sikap kasar, buruk akhlaq dan muamalah adalah contoh dari fakhisyah yang terang.
Bila itu terjadi berarti lepaslah tanggung jawab seorang suami dari memberi tempat tinggal kepada istrinya yang ditalaq.
Maroji’ :
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah)

Kapan Wanita Diperkenankan Keluar Dari Rumah Iddah ?

Albait Dalam Alquran (42)
ياأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru  [ath tholaq : 1]
Ayat di atas menerangkan bahwa wanita yang ditalaq, selama masa iddah tidak diperkenankan untuk keluar dari baitul iddah, tidak pula dikeluarkan atau diusir. Akan tetapi terkadang, kondisi tertentu memaksa si wanita keluar darinya.
Saat Umar terbunuh, Ali mengambil Ummu Kultsum, istri Umar yang tidak lain adalah puteri Ali. Aisyah mengambil adiknya, Ummu Kultsum binti Abu Bakar saat suaminya, Tholhah terbunuh. Demikian juga rosululloh shollallohu alaihi wasallam memperkenankan bibinya keluar rumah untuk memetik kurma sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits :
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ  طُلِّقَتْ خَالَتِي, فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ, فَأَتَتْ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: بَلْ جُدِّي نَخْلَكِ, فَإِنَّكَ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي, أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا  رَوَاهُ مُسْلِمٌ 
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata : Saudara perempuan ibuku telah cerai dan ia ingin memetik kurmanya, namun ada seseorang melarangnya keluar rumah. Lalu ia menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda : Boleh, potonglah kurmamu, sebab engkau mungkin bisa bersedekah atau berbuat kebaikan dengan kurma itu   [HR Muslim]
Para ulama menyimpulkan dalam kondisi darurat atau keperluan mendesak maka berhak bagi wanita untuk keluar dari baitul iddah.
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 261-262

Kapan Wanita Diperkenankan Keluar Dari Rumah Iddah ?

Albait Dalam Alquran (42)
ياأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru  [ath tholaq : 1]
Ayat di atas menerangkan bahwa wanita yang ditalaq, selama masa iddah tidak diperkenankan untuk keluar dari baitul iddah, tidak pula dikeluarkan atau diusir. Akan tetapi terkadang, kondisi tertentu memaksa si wanita keluar darinya.
Saat Umar terbunuh, Ali mengambil Ummu Kultsum, istri Umar yang tidak lain adalah puteri Ali. Aisyah mengambil adiknya, Ummu Kultsum binti Abu Bakar saat suaminya, Tholhah terbunuh. Demikian juga rosululloh shollallohu alaihi wasallam memperkenankan bibinya keluar rumah untuk memetik kurma sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits :
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ  طُلِّقَتْ خَالَتِي, فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ, فَأَتَتْ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: بَلْ جُدِّي نَخْلَكِ, فَإِنَّكَ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي, أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا  رَوَاهُ مُسْلِمٌ 
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata : Saudara perempuan ibuku telah cerai dan ia ingin memetik kurmanya, namun ada seseorang melarangnya keluar rumah. Lalu ia menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda : Boleh, potonglah kurmamu, sebab engkau mungkin bisa bersedekah atau berbuat kebaikan dengan kurma itu   [HR Muslim]
Para ulama menyimpulkan dalam kondisi darurat atau keperluan mendesak maka berhak bagi wanita untuk keluar dari baitul iddah.
Maroji’ :
Albuyut Fil Quranil Kariim, Sa’dun Jum’ah Hamadi Alhalbusi hal 261-262